JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi menilai, mahalnya "harga" yang ditawarkan Partai Demokrat untuk kerja sama di Pemilu 2024 jadi alasan partai berlambang bintang mercy itu tak kunjung mendapat rekan koalisi.
Harga mati Demokrat mengusung ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) membuat partai-partai lain berpikir dua kali untuk bekerja sama.
"Sulitnya Demokrat mencari 'pacar' koalisi tidak terlepas dari mahalnya harga 'banderol' politik yang ditawarkan," kata Ari kepada Kompas.com, Rabu (6/7/2022).
"Selain selalu mematok target AHY harus jadi 'pengantin' politik, tawaran yang diajukan Demokrat tidak membuat partai-partai lain bergeming," tuturnya.
Baca juga: Ketua DPP Golkar: Rasanya Kami Tak Mungkin Koalisi Bersama Demokrat dengan Tinggalkan KIB
Ari menilai, elektabilitas AHY tak seberapa dan belum cukup kuat untuk berlaga di pemilu presiden mendatang.
Untuk dilirik menjadi cawapres saja, AHY harus berjuang dan berkompromi dengan minat pasar politik yang lebih menginginkan pemimpin yang punya rekam jejak di eksekutif.
Sementara, putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu belum pernah punya jabatan di pemerintahan. Hingga kini, daya tawarnya sebatas pengalaman karier militer dan ketua umum Partai Demokrat.
"Andai Demokrat bisa lebih luwes, saya yakin Demokrat tidak akan berpotensi 'jomblo'," ucap Ari.
Baca juga: Demokrat Ajak Golkar Kerja Sama untuk Pilpres 2024: Berdua Cukup
Elektabilitas Demokrat yang menurut survei sejumlah lembaga berada di 5 besar, bahkan 3 besar, nyatanya juga tak membuat partai lain tertarik bekerja sama dengan partai besutan SBY itu.
"Elektabilitas hanyalah prediksi dan gambaran yang tidak bisa dijadikan ukuran pasti terjadi di lapangan," kata Ari.
Menurut Ari, Demokrat sedianya merupakan partai yang paling gesit dalam bermanuver, tetapi hasilnya nihil.
Penjajakan AHY dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto misalnya, tidak membuahkan kerja sama apa-apa.
Malahan, Nasdem mengumumkan bursa calon presiden yang memuat 3 nama tanpa memasukkan AHY. Sementara, Gerindra kini bergandeng tangan dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Di sisi lain, PDI Perjuangan pernah terang-terangan menyatakan sulit berkoalisi dengan Demokrat. Belakangan, Golkar pun menyatakan penolakan atas permintaan Demokrat untuk berkoalisi berdua.
Baca juga: Pengamat Nilai Elektabilitas AHY Jadi Ganjalan Demokrat Berkoalisi
Dengan situasi politik saat ini di mana koalisi dan kerja sama antarpartai sudah mulai terbangun, kata Ari, ruang gerak Demokrat semakin sempit.
"Situasi yang tercipta sekarang ini membuat Demokrat maju tidak kena, mundur pun tidak kena," tuturnya.
Ari berpendapat, Demokrat harusnya lebih dulu mengamankan peluang untuk bergabung di koalisi yang ada alih-alih bersikukuh mengusung AHY.
Demokrat juga bisa mencontoh strategi Nasdem yang menawarkan figur-figur populer di pasar politik seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Yang harus dilakukan Demokrat sebaiknya obral tawaran dengan tidak memaksakan AHY harus menjadi nomor satu atau nomor dua," kata dosen Universitas Indonesia itu.
Baca juga: Demokrat: Mengapa Seakan Perang antara Jokowi-Prabowo Mau Diturunkan ke Ganjar-Anies?
Sebagaimana diketahui, Deputi Analisa Data dan Informasi Balitbang DPP Partai Demokrat Demokrat Syahrial Nasution mengajak Partai Golkar bekerja sama untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024.
Syahrial menyebut, kerja sama antara Golkar dan Demokrat bisa menjadi solusi terciptanya stabilitas politik.
Namun, ajakan tersebut ditolak oleh partai berlambang beringin itu. Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, Golkar tak mungkin meninggalkan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang telah dibentuk partainya bersama Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Rasa-rasanya kami tak mungkin membangun koalisi sendiri bersama Demokrat dengan meninggalkan KIB yang diinisiasi bersama ketiga partai," ujar Ace saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/7/2022).
Sebelum ini, PDI-P terang-terangan menyatakan sulit berkoalisi dengan Demokrat karena alasan dinamika politik.
“Kalau saya pribadi sebagai sekjen memang tidak mudah untuk bekerja sama dengan Partai Demokrat karena dalam berbagai dinamika politik menunjukkan hal itu," kata Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (23/6/2022).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.