JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku pernah memberikan endorsement kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada periode 2016 atau 2017.
Ia memberikan endorsement jauh sebelum munculnya dugaan penilapan uang donasi oleh petinggi ACT sebagaimana dilaporkan majalah Tempo berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".
“Pada 2016/2017, saya pernah memberi endorsement pada kegiatan ACT karena alasan pengabdian bagi kemanusiaan di Palestina, korban ISIS di Syria, dan bencana alam di Papua,” kata Mahfud dikutip dari akun Twitter-nya, @mohmahfudmd, Rabu (6/7/2022).
Kompas.com sudah mendapatkan izin mengutip dari pihak Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Baca juga: Izin Dicabut Kemensos, Kantor Pusat ACT Masih Beroperasi Normal
Mahfud juga mengungkapkan, saat memberi endorsement, pihak ACT tiba-tiba datang ke kantornya.
Ia mengatakan, pihak ACT pernah menodongnya ketika baru selesai memberi khutbah Jumat di sebuah masjid raya di Sumatera.
“Mereka menerangkan tujuan mulianya bagi kemanusiaan. Saya sudah meminta PPATK untuk membantu Polri dalam mengusut ini,” terang dia.
Pd 2016/2017 sy prnh memberi endorsement pd kegiatan ACT krn alasan pengabdian bg kemanusiaan di Palestina, korban ISIS di Syria, dan bencana alam di Papua. Tp jika ternyata dana2 yg dihimpun itu diselewengkan maka ACT bkn hny hrs dikutuk tp juga hrs diproses scr hukum pudana. pic.twitter.com/cDtNGpSRiv
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) July 5, 2022
Mahfud pun meminta supaya ACT diproses secara pidana apabila terbukti donasi masyarakat diselewengkan.
“Tapi jika ternyata dana-dana yang dihimpun itu diselewengkan maka ACT bukan hanya harus dikutuk, tapi juga harus diproses secara hukum pidana,” tegas dia.
Sebelumnya diberitakan, muncul dugaan penilapan uang donasi oleh petinggi ACT melalui laporan jurnalistik Tempo berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".
Baca juga: Suasana Terkini Kantor Pusat ACT Usai Izinnya Dicabut Kemensos
Selain itu, dalam laporan tersebut diketahui bahwa petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard dan penggunaan dana donasi untuk operasional yang berlebihan.
Presiden Lembaga ACT, Ibnu Hajar membenarkan gaji petinggi ACT khususnya jabatan presiden mencapai Rp 250 juta per bulan.
Gaji fantastis itu mulai diterapkan pada awal tahun 2021. Namun besaran gaji tersebut diturunkan karena donasi berkurang pada September 2021.
Lembaga juga mengakui ada pemotongan sebesar 13,7 persen dari total uang donasi yang diperoleh per tahun. Pemotongan tersebut digunakan untuk operasional termasuk membayar gaji.
Dia beralasan, banyaknya pemotongan yang dilakukan karena ACT bukanlah lembaga amal, melainkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Baca juga: Izin ACT Dicabut karena Dugaan Penyelewengan Dana, Bagaimana Aturan Donasi di Indonesia?
"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag. Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," ucap dia, Senin (4/7/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.