JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menunda sidang gugatan yang diajukan Kementerian Pertahanan (Kemhan) melawan putusan International Chambers of Commerce (ICC) Singapore.
Adapun gugatan diajukan lantaran Kemenhan dijatuhi denda ratusan miliar rupiah karena Satelit Garuda-1 keluar orbit dari slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) yang menyebabkan terjadinya kekosongan pengelolaan oleh Indonesia pada 19 Januari 2015.
Hakim Ketua Saifudin Zuhri meminta Mahkamah Agung (MA) melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk menghadirkan tergugat yakni Navayo International AG dan Hungarian Exsport Credit Insurance PTE LTD.
Baca juga: Kejagung Ungkap Peran Tiga Tersangka Kasus Korupsi Satelit di Kemenhan
“Mahkamah Agung sudah mengirim (surat pemanggilan) untuk Navayo ke kemenlu, kami minta Mahkamah Agung memanggil untuk yang ada di Hungarian dan Navayo,” ujar Saifudin di persidangan, Rabu (6/7/2022).
Saifudin mengatakan, PN Jakarta Pusat telah melihat bukti surat pemanggilan MA melalui Kemenlu kepada dua tergugat perkara ini. Namun, belum ada konfirmasi apakah surat pemanggilan yang disampaikan tersebut sudah diterima oleh tergugat.
“Sudah ada bukti pengirimannya, tapi sampai hari ini, kita belum tahu apakah sudah sampai ke yang bersangkutan di luar negeri,” papar hakim.
Saifudin mengakui, butuh waktu memanggil tergugat yang berada di luar negeri untuk dihadirkan dalam persidangan yang diajukan Kemenhan ini.
Baca juga: Kejagung Periksa 47 Saksi dan Geledah 2 Perusahaan Swasta dalam Kasus Korupsi Satelit di Kemenhan
Setidaknya, ujar hakim, butuh waktu 5 bulan untuk menghadirkan Navayo International AG dan Hungarian Exsport Credit Insurance PTE LTD dalam persidangan.
“Kita panggil lagi kedua-duanya, ini memerlukan waktu yang agak lama, bukan agak lama, memang lama, praktiknya bisa 5 bulan,” kata Saifudin.
“Saudara (Perwakilan Kemenhan) hadir lagi tanggal 14 Desember, sidang kita tunda hari Rabu, tanggal 14 Desember, sidang ditutup,” ujar hakim.
Kronologi
Kasus permasalahan pengelolaan satelit ini bermula ketika Satelit Garuda-1 keluar orbit dari slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) yang menyebabkan terjadinya kekosongan pengelolaan oleh Indonesia pada 19 Januari 2015.
Berdasarkan aturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit.
Baca juga: Kejagung Sebut Kerugian Negara Kasus Korupsi Satelit Kemenhan Capai Rp 500 Miliar
Apabila tak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.
Ketika slot orbit 123 mengalami kekosongan pengelolaan, Kemenhan kemudian mengajukan permintaan untuk mendapatkan hak pengelolaan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).