Fatia menuding UU ITE tidak memiliki manfaat, justru lebih banyak mudaratnya.
"Karena semakin banyak orang yang menjadi korban, semakin banyak orang yang tidak berani menyatakan pendapat dan juga semakin bikin ribet kepolisian,” tukasnya.
“Dan yang saya liat juga di sini bahwa memang yang dapat terkena UU ITE ataupun menggunakan UU ITE itu tidak hanya pejabat negara seperti Pak Luhut Binsar Pandjaitan, tetapi juga sifat-sifat yang horizontal seperti yang disebutkan,” imbuh Fatia.
Baca juga: Baiq Nuril hingga Fatia KontraS Datangi DPR, Cerita Jadi Korban UU ITE
Dalam situs Semua Bisa Kena yang dikelola oleh SAFENet hingga PAKU ITE, tampak jumlah kasus ITE cenderung meningkat tiap tahunnya.
Pada tahun 2016, ada 16 kasus ITE. Di tahun 2017, kasus ITE meningkat dengan total 48.
Kasus ITE masih meningkat di tahun 2018 dengan 96 kasus. Di tahun 2019, mencapai 170 kasus.
Di tahun 2020, jumlah kasus ITE mencapai angka 217. Sementara baru di kuartal I tahun 2021 saja, kasus ITE sudah mencapai 108 kasus.
Baca juga: Divonis Bebas, Ini Perjalanan Kasus Stella Monica yang Dituduh Cemarkan Nama Baik Klinik Kecantikan
Adapun wilayah-wilayah yang memiliki kasus ITE terbanyak seperti Kota Makassar, Kota Surabaya, Kota Jakarta Pusat, Kota Medan, Kota Denpasar, Kota Palangkaraya.
Selain itu, Kota Palu, Kabupaten Gorontalo, Kota Banda Aceh, Kota Pontianak, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sleman, Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Utara, dan Kota Batam.
Pada Februari 2021 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah berpesan agar implementasi Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan.
Jika hal itu tak dapat dipenuhi, ia akan meminta DPR untuk merevisi UU tersebut.