Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Penyimpangan Dana di ACT dan Peringatan Pemerintah

Kompas.com - 05/07/2022, 21:31 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Dugaan penyimpangan pengelolaan dana sumbangan oleh lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) terungkap melalui laporan utama majalah Tempo yang berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".

Di dalam laporan itu dipaparkan sejumlah penyimpangan yang terjadi di dalam lembaga itu.

Diduga terjadi penyalahgunaan dana sumbangan masyarakat yang dikelola ACT hingga masuk ke kantong pribadi para petinggi.

Selain itu, diduga para petinggi ACT melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

Hal lain yang mengejutkan adalah gaji para petinggi ACT ternyata bernilai fantastis. Dalam satu bulan, mantan Ketua ACT Ahyudin sempat mengantongi gaji sebesar Rp 250 juta.

Selain itu masih ada fasilitas lain yang didapat para petinggi ACT untuk menunjang kerja. Salah satunya kendaraan yang tergolong mewah seperti Toyota Alphard.

Baca juga: Densus 88 Dalami Dugaan Penyelewengan Dana ACT yang Diindikasikan ke Aktivitas Terlarang

Akan tetapi, segala bentuk kemewahan itu harus berakhir setelah ACT mengalami kesulitan keuangan.

Selain itu juga terjadi konflik internal di ACT, yang membuat Ahyudin sebagai pendiri mengundurkan diri. Dia kemudian mendirikan lembaga baru bernama Global Moeslim Charity.

Ibnu Khajar yang saat ini menjabat Presiden ACT menggantikan Ahyudin yang mengundurkan diri tak secara tegas membantah tetapi juga tidak membenarkan terkait laporan majalah Tempo.

Menurut Ibnu, sebagian laporan tersebut berisi kebenaran, sebagian berisi isu yang dia sendiri tidak tahu bersumber dari mana.

Akan tetapi, Ibnu tidak membantah terkait gaji ratusan juta rupiah yang pernah didapat petinggi ACT beserta mobil mewah untuk fasilitas operasional.

Baca juga: Kemensos Tegaskan Bisa Cabut Izin ACT bila Terbukti Melakukan Penyimpangan

Pada intinya, Ibnu menyebut laporan tingkah pola para petinggi ACT yang hidup mewah dengan uang donasi itu sudah mengalami perbaikan atau evaluasi sejak dia menjabat sebagai pimpinan tertinggi.

Ibnu mengatakan, lembaganya memang melakukan pemotongan sebesar 13,7 persen dari sumbangan yang diperoleh setiap tahun,

Pemotongan tersebut digunakan untuk operasional termasuk membayar gaji. Ibnu beralasan, banyaknya pemotongan yang dilakukan karena ACT bukanlah lembaga amal, melainkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag. Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," kata Ibnu dalam jumpa pers di kantor ACT di Menara 165, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022) lalu.

Sejak lama

Secara terpisah, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) Ivan Yustiavandana menyatakan mereka menemukan dugaan penyelewengan terkait dana organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Dia mengatakan, penyelewengan dana itu diduga untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang.

"Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ivan saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).

Baca juga: Petinggi ACT Pernah Dilaporkan ke Bareskrim soal Dugaan Penipuan Akta Autentik

PPATK, kata dia, sudah memberikan laporan terkait dugaan tersebut ke aparat penegak hukum, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiterror.

Ivan mengatakan, pihaknya telah memproses dugaan tersebut sejak lama.

"Kami sudah proses sejak lama dan sudah ada hasil analisis yang kami sampaikan kepada aparat penegak hukum," ujar dia.

Kendati demikian, Ivan masih belum memberikan informasi lanjutan soal hasil penelusuran pihak PPATK.

"Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," tuturnya.

Bisa dicabut

Kementerian Sosial (Kemensos) menyatakan, pihaknya bisa mencabut izin lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggal (ACT) sebagai lembaga pengumpulan uang dan barang (PUB) bila terbukti melakukan penyimpangan.

Sekretaris Jenderal Kemensos Harry Hikmat mengatakan, aturan pencabutan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2021.

Dikutip dari situs resmi ACT, mereka memiliki izin PUB (Pengumpulan Uang dan Barang) dari Kementerian Sosial melalui Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 239/HUK-UND/2020 untuk kategori umum, dan nomor 241/HUK-UND/2020 untuk kategori Bencana.

Izin tersebut selalu diperbaharui setiap 3 (tiga) bulan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Mengacu pada ketentuan Pasal 19 huruf b, Menteri Sosial berwenang mencabut dan/atau membatalkan izin PUB yang telah dikeluarkan.

Baca juga: Kemensos Bakal Panggil Pimpinan ACT Terkait Dugaan Penyelewengan Dana Sosial

"Jika ditemukan indikasi-indikasi tersebut, Kementerian Sosial memiliki kewenangan membekukan sementara izin PUB dari ACT sampai proses ini tuntas," kata Harry dalam keterangan tertulis, Selasa (5/7/2022).

Harry menyebutkan, Kemensos dapat menunda, mencabut, dan atau membatalkan izin PUB yang telah dikeluarkan dengan beberapa alasan.

Alasan yang dimaksud, yakni untuk kepentingan umum, pelaksanaan PUB meresahkan masyarakat, terjadi penyimpangan dan pelanggaran pelaksanaan izin PUB, maupun atau menimbulkan permasalahan di masyarakat.

Kemensos juga akan memanggil pimpinan ACT untuk diperiksa oleh Inspektorat Jenderal.

Mereka berwenang melakukan pemeriksaan sesuai Permensos Nomor 8 tahun 2021 huruf b.

Tujuan pemanggilan adalah untuk mendengar keterangan terkait penyelewenangan dana donasi umat kepada ACT.

Baca juga: Berkaca Kasus ACT, PPATK Minta Masyarakat Bijak dalam Berdonasi

"(Kami) Akan memastikan, apakah ACT telah melakukan penyimpangan dari ketentuan, termasuk menelusuri apakah terjadi indikasi penggelapan oleh pengelola," ujar Harry.

(Penulis : Fika Nurul Ulya, Rahel Narda Chaterine | Editor : Krisiandi, Diamanty Meiliana, Bagus Santosa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com