JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Bayu Satria Utomo menilai, ketentuan Pasal 273 revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat mengkriminalisasi kegiatan unjuk rasa.
Pasal tersebut berbunyi, "Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II".
"Ini tentu akan mengkriminalisasi kami yang sering turun ke jalan, yang sering berada di lapangan," kata Bayu dalam alam wawancara eksklusif program Gaspol! Kompas.com, Selasa (5/7/2022).
Baca juga: Mencuat Petisi Desak Jokowi dan DPR Buka Draf Terbaru RKUHP
Bayu membandingkan ketentuan itu dengan ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Menurut Bayu, ketentuan dalam RKUHP mengkhianati semangat Reformasi yagn tertuang dalam UU 9/1998.
Sebab, UU 9/1998 tidak mengatur sanksi pidana bagi kegiatan unjuk rasa, hanya memberi ancaman pembubaran bila unjuk rasa digelar tanpa pemberitahuan.
"Abang-abang kita sudah memperjuangkan Reformasi yang pada saat itu lahir Undang-Undang 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berpendapat di Muka Umum dan sanksinya adalah dibubarkan, bukan pidana," kata dia.
Selain itu, Bayu juga mempersoalkan diksi 'terganggunya kepentingan umum' dalam Pasal 273 RKUHP yang menurutnya multitafsir.
Baca juga: Beragam Alasan Pemerintah Tolak Buka Draf Terbaru RUU KUHP
Ia berpendapat, wajar apabila 'terganggunya ketertiban umum' didefinisikan sebagai keonaran atau huru-hara.
Namun, ia khawatir kemacetan yang biasa terjadi akibat kegiatan unjuk rasa dapat ditafsirkan sebagai bentuk 'terganggunya kepentingan umum'.
"Kalau kayak gitu, semua demonstrasi akan dipindana karena biasanya demonstrasi dilakukan di jalan dan orang-orang penasaran dan akhirnya membuat macet," kata dia.
Baca juga: Pakar Hukum Pidana Sebut RUU KUHP Masih Bernuansa Kolonial
Merespons itu, anggota Tim Sosialisasi RKUHP Albert Aries mengeklaim, ketentuan pidana di pasal tersebut tidak berlaku bila mahasiswa menyampaikan pemberitahuan unjuk rasa.
Ia menjelaskan, semua unsur dalam sebuah pasal, dalam hal ini Pasal 273 RKUHP, harus terbukti untuk menjatuhkan pidana kepada seseorang yang diduga melakukan pelanggaran tersebut.
"Kalau satu unsur tidak terpenuhi saja, konsekuensinya itu di pengadilan harus bebas, di kepolisian harus dihentikan penyidikannya. Jadi, once mahasiswa memberitahu, itu enggak bakal terpenuhi unsu-unsurnya," kata Albert.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.