JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa polarisasi akibat proses pemilihan umum (Pemilu) 2019 masih menyisakan persoalan yang dapat dirasakan oleh masyarakat hingga saat ini.
Hal ini disampaikan Kapolri dalam upacara hari ulang tahun (HUT) ke-76 Bhayangkara di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (5/7/2022).
"Sejak 14 Juni 2022, kita memasuki tahapan Pemilu 2024. Sementara pemilu 2019 masih menyisakan permasalahan yang masih dapat kita rasakan," kata Listyo seperti dikutip YouTube Sekretariat Presiden.
Baca juga: Cegah Polarisasi di Pemilu 2024, Polri Akan Bentuk Satgas Nusantara
Listyo berharap polarisasi tidak lagi terjadi dalam Pemilu 2024. Terlebih, pelaksanaan pemilu juga sudah mulai berproses.
Menurut dia, polarisasi dapat memecah belah antar masyarakat atau anak bangsa. Ia mengatakan, jika dibiarkan hal ini akan sangat berbahaya bagi keberagaman dan kemajuan bangsa Indonesia.
"Polarisasi ini tidak boleh lagi terjadi pada Pemilu, Pilpres (Pemilihan Presiden), Pileg (Pemilihan Legislatif), Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) serentak 2024. Karena konflik sosial dan perpecahan tentunya menjadi kemunduran bagi bangsa Indonesia," ucap dia.
Baca juga: Klaim Sudah Punya Pengurus di 34 Provinsi, Partai Mahasiswa Akan Daftar Jadi Peserta Pemilu 2024
Selain itu, Listyo menyebutkan bahwa rangkaian HUT ke-76 Bhayangkara menjadi sarana bagi Polri untuk bisa mengantisipasi potensi polarisasi tersebut.
Ia mengatakan HUT Ke-76 Bhayangkara ini mengangkat tema persatuan dan kesatuan serta menjaga dan mengawal keberagaman.
Rangkaian Hari Bhayangkara tahun ini juga dimaksudkan sebagai potensi untuk membangkitkan perekonomian masyarakat.
"Dan mengembangkan potensi pemuda dan pemudi Indonesia yang akan memimpin Indonesia di masa depan," imbuhnya.
Baca juga: Sejumlah Menteri, Kapolri, dan Politisi PDI-P Melayat Jenazah Tjahjo di Rumah Dinas
Diberitakan sebelumnya, dalam survei Litbang Kompas pada Juni 2022 lalu menunjukkan, keterbelahan akibat perbedaan pilihan politik yang terjadi sejak Pilpres 2024 akan merusak iklim demokrasi di Indonesia.
Hal itu tampak dari hasil survei yang menunjukkan sebanyak 79,1 persen responden sepakat dengan pernyataan tersebut.
Kemudian, sebanyak 16,7 persen responden yang menilai keterbelahan yang terjadi antara dua kubu pendukung pasangan calon pada Pilpres 2019 tak merusak demokrasi, dan sebanyak 4,2 persen memilih tidak tahu.
Baca juga: Usai Diperiksa Kejari Tangsel, Indra Kenz Ditahan 20 Hari di Rutan Mabes Polri
Peneliti Litbang Kompas Gianie menilai, terdapat beberapa unsur yang membentuk keakraban masyarakat, salah satunya tidak adanya konflik sosial laten.
Di sisi lain, terdapat kekuatan masyarakat sipil, demokrasi yang baik dan responsif, serta penegakan hukum yang adil dan tidak memihak.
Gianie menjelaskan, kondisi demokrasi yang memburuk terjadi lantaran terdapat kecenderungan untuk membela atau mengutamakan kelompoknya sendiri. Hal itu akan kian mengikis keakraban dan memicu perselisihan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.