Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LIVE GASPOL HARI INI: Kontroversi RKUHP, Kritik Penguasa Berujung Penjara

Kompas.com - 05/07/2022, 05:46 WIB
Vitorio Mantalean,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali menuai sorotan belakangan ini. Sebelumnya, RKUHP pernah menuai gelombang penolakan besar-besaran pada 2019 dari berbagai elemen di seluruh penjuru negeri.

Gelombang protes kala itu bahkan menimbulkan lima korban jiwa: Bagus Putra Mahendra (15), Maulana Suryadi (23) Akbar Alamsyah (19) Randy (22), dan Yusuf Kardawi (19) karena kekerasan aparat dan kerusuhan.

Pada 20 September 2019, Presiden RI Joko Widodo kemudian meminta pembahasan RKUHP ditunda dan meminta agar 14 pasal yang ada di dalamnya dikaji ulang.

Baca juga: Mempersoalkan Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP

Kementerian Hukum dan HAM kemudian menyampaikan perbaikan pasal yang dianggap krusial tersebut ke Komisi III DPR RI dalam rapat pada 25 Mei 2022.

Meskipun demikian, 14 isu krusial tersebut dianggap belum cukup untuk membenahi substansi RKUHP yang dianggap masih kental warisan pemerintah kolonial.

Elemen masyarakat sipil mencatat sedikitnya ada 24 pasal bermasalah dalam draf RKUHP tersebut. Salah satu isu yang menuai polemik yakni pasal-pasal “karet”.

Pasal-pasal tersebut berkaitan dengan penyerangan harkat dan martabat presiden-wakil presiden (Pasal 218 dan 219), penghinaan kekuasaan umum/lembaga negara (Pasal 353 dan 354), penghinaan terhadap pemerintahan yang sah (Pasal 240 dan 241), serta pidana atas unjuk rasa tanpa pemberitahuan (Pasal 273).

Baca juga: Pro Kontra RKUHP

Pasal-pasal bermasalah itu termuat dalam draf RKUHP yang dipublikasi pada 2019 lalu. Hingga sekarang, publik hanya dapat mengacu draf 2019 itu lantaran pemerintah masih enggan membukanya.

Pemerintah mengeklaim, draf RKUHP saat ini masih dalam tahap penyempurnaan dan akan dibuka setelah disampaikan ke DPR. Namun, pemerintah tak pernah transparan soal jadwal atau tenggat waktu “penyempurnaan” draf tersebut dan pengirimannya ke DPR.

Di sisi lain, pemerintah menargetkan bahwa RKUHP dibahas secara kilat dan berharap bisa disahkan sebagai undang-undang pada Juli 2022, bulan ini juga. Pemerintah bersikeras tidak akan menghapus pasal-pasal penghinaan kekuasaan umum dan penyerangan harkat-martabat presiden-wakil presiden.

Lantas, mengapa pemerintah mempertahankan pasal karet itu? Mengapa pasal ini bermasalah dan perlu dihapus dari RKUHP?. 

Baca juga: Seputar Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP yang Dipastikan Tak Akan Dihapus

Simak pembahasan mengenai hal ini dalam live Gaspol! yang akan tayang di YouTube, Facebook, dan Instagram Kompas.com pada hari ini, Selasa (5/7/2022) pukul 12.15 WIB.

Bakal hadir peneliti Institute for Criminal Justrice Reform (ICJR) Meidina Rahmawati dan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Bayu Satrio Utomo untuk bicara soal pasal-pasal yang kerap dianggap sebagai “tameng” penguasa itu.

Selain itu, anggota Komisi III DPR RI dari fraksi PDI-P Arteria Dahlan dan anggota tim sosialisasi RKUHP dari Kemenkumham Albert Aries juga bakal hadir memberikan pandangannya dalam diskusi ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com