Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Anggota Komisi III Berharap Revisi UU Narkotika Dapat Ubah Pandangan Masyarakat soal Ganja Medis

Kompas.com - 04/07/2022, 17:39 WIB
Fransisca Andeska Gladiaventa,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Taufik Basari berharap revisi mengenai Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat mengubah paradigma kebijakan terkait narkotika sebagai ganja medis.

Hal itu dikarenakan, selama ini, menurut Taufik, kebijakan terkait narkotika selalu menempatkan persoalan narkotika sebagai persoalan hukum dan penegakan hukum semata.

“Justru yang harus dikembangkan adalah penanganan kebijakan dari sisi kesehatan. Kalau melihat dari sisi hukum digunakan untuk pihak-pihak yang memanfaatkan narkotika untuk kejahatan.

“Sementara itu, dari sisi kesehatan, digunakan hanya untuk kemanfaatan dan kemanusiaan serta menyelamatkan anak bangsa yang menjadi korban dari penyalahgunaan narkotika,” jelas Taufik dalam keterangan persnya, Senin (4/7/2022).

Baca juga: Meluruskan Pemahaman “Legalisasi Ganja untuk Medis”

Menurut Taufik, dalam menilai dan merumuskan kebijakan narkotika, semua pihak tidak boleh memiliki pandangan yang konservatif.

“Jika nantinya ada penelitian mengenai tanaman ganja yang dapat digunakan untuk pengobatan, maka harus dipikirkan secara terbuka dengan merumuskan perubahan kebijakan,” ucap Taufik.

Taufik mengatakan, ketika isu mengenai ganja yang dapat digunakan sebagai kebutuhan medis diangkat kepermukaan, hal ini sering mendapat stigma buruk dan berbagai macam tuduhan.

“Dalam diskursus mengenai ganja untuk kebutuhan medis, masyarakat perlu mengetahui bahwa secara hukum dan berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebenarnya narkotika merupakan obat,” kata Taufik.

Baca juga: Dianggap Mendesak, Anggota Komisi III DPR Usul Legalitas Ganja Medis Segera Diatur Menteri Kesehatan

Sayangnya, ketika penggunaan ganja medis tersebut tidak digunakan dengan tepat menurut standar pengobatan dan menimbulkan efek samping yang berlebihan, maka obat tersebut akan masuk kedalam golongan narkotika.

“Akibatnya pasien seperti anak dari Ibu Santi yang menderita cerebral palsy tidak dapat menggunakan ganja untuk pengobatan. Sama halnya dengan kasus Fidelis Arie yang memberikan ganja untuk pengobatan istrinya harus berakhir pada proses hukum,” katanya.

Ia melanjutkan, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), sejak dahulu hingga 2021, ganja dan seluruh produk turunannya ditempatkan sebagai narkotika golongan satu yang hanya dapat digunakan untuk riset dan tidak dapat digunakan untuk terapi kesehatan.

Baca juga: Komisi III DPR Rapat Dengar Pendapat soal Legalisasi Ganja Medis, Ini Hasilnya

Melihat hal tersebut, Taufik mengatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan pembahasan revisi UU Narkotika yang disesuaikan kembali terkait informasi dan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli maupun beberapa masukan yang diberikan oleh masyarakat, yakni oleh Santi dan Dwi.

“Peristiwa yang dialami oleh Santi dan Dwi yang memperjuangkan pengobatan anakya serta Fidelis yang membantu pengobatan istrinya hingga rela berhadapan dengan hukum merupakan masalah kemanusiaan yang harus segera dicarikan jalan keluarnya,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com