Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Seto Mulyadi
Ketua Umum LPAI

Ketua Umum LPAI; Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma; Mantan Anggota Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Kemenkumham RI

Tiga Sasaran Optimalisasi Diversi Dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak

Kompas.com - 02/07/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

UNDANG-UNDANG Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) sudah genap berusia sepuluh tahun. Logika mengatakan, karena produk hukum sering tertinggal di belakang fenomena hukum, maka kiranya sudah tiba masanya bagi UU SPPA untuk direvisi.

Dalam bahasa seminar yang diadakan Badan Keahlian DPR RI belum lama ini, perlu dilakukan optimalisasi pendampingan bagi anak-pelaku.

Pertanyaannya, aspek apa pada UU tersebut yang patut dioptimalisasi?

Menurut saya, setidaknya, perlu dilakukan pengujian terhadap tiga hal di seputar keberadaan UU SPPA.

Optimalisasi, sudah barang tentu diprioritaskan pada hal-hal yang masih menjadi persoalan.

Sedangkan pada area yang sudah mencapai sasaran, optimalisasi bukanlah agenda mendesak yang harus dilakukan.

Pertama, terkait residivisme. UU SPPA memberikan privilese kepada anak-pelaku dengan kriteria tertentu untuk diperlakukan lewat pendekatan diversi (non litigasi).

Konkretnya, anak-anak yang telah melakukan perbuatan pidana dengan ancaman di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan pidana, proses hukumnya tidak diselenggarakan melalui pendekatan pidana konvensional (penyidikan, penuntutan, persidangan, pemasyarakatan).

Sebagai gantinya, masalah hukum anak-anak tersebut coba ditangani lewat penerapan keadilan restoratif berupa mediasi dan sejenisnya.

Diversi, berdasarkan riset, diketahui berefek positif terhadap rendahnya tingkat residivisme. Artinya, menggembirakan bahwa hanya sedikit sekali anak-anak yang diproses lewat diversi yang kemudian kembali berkonflik dengan hukum.

Untuk itu, sistem peradilan pidana--utamanya Kemenkumham yang membawahi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan--perlu memiliki data tentang tingkat residivisme di kalangan anak-anak yang berkonflik dengan hukum lalu diselesaikan masalahnya melalui keadilan restoratif.

Apabila data justru menunjukkan tidak adanya dampak nyata diversi terhadap tingkat residivisme, maka dibutuhkan optimalisasi pada penyelenggaraan proses diversi dan pemantauan pascadicapainya kesepakatan dari diversi tersebut.

Kedua, terkait penganggaran. Sekian banyak penelitian menyimpulkan adanya efisiensi anggaran besar-besaran sebagai manfaat yang diperoleh sistem peradilan pidana anak ketika pendekatan diversi--alih-alih mekanisme pidana konvensional--dikedepankan.

Apalagi ketika dimensi kesehatan, pendidikan, dan dimensi-dimensi selain hukum lainnya juga disertakan sebagai variabel penghitungan biaya, penghematan anggaran menjadi lebih besar lagi.

Efisiensi anggaran sedemikian rupa seyogianya juga berlangsung di sini, sebagai konsekuensi diterapkannya diversi terhadap anak-anak yang berkonflik dengan hukum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Nasional
Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Pelat TNI Palsu: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Pelat TNI Palsu: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Nasional
Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri

Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri

Nasional
Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Nasional
Soroti Kasus 'Ferienjob', Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Soroti Kasus "Ferienjob", Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Nasional
Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Nasional
Mantan PM Inggris Tony Blair Temui Jokowi di Istana

Mantan PM Inggris Tony Blair Temui Jokowi di Istana

Nasional
Pendukung Akan Aksi di MK, TKN: Turun ke Jalan Bukan Gaya Prabowo Banget, tetapi Keadaan Memaksa

Pendukung Akan Aksi di MK, TKN: Turun ke Jalan Bukan Gaya Prabowo Banget, tetapi Keadaan Memaksa

Nasional
Menlu China Wang Yi Datang ke Istana untuk Temui Jokowi

Menlu China Wang Yi Datang ke Istana untuk Temui Jokowi

Nasional
Suami Zaskia Gotik, Sirajudin Machmud Jadi Saksi Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Suami Zaskia Gotik, Sirajudin Machmud Jadi Saksi Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Nasional
Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Nasional
Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal 'Amicus Curiae' Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal "Amicus Curiae" Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com