Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Menyambut dan Menyoal Peran Global Jokowi

Kompas.com - 01/07/2022, 12:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAAT mendengar berita bahwa Presiden Joko Widodo akan pergi ke Kiev dan Moskow setelah menghadiri acara KTT G7 di Jerman, saya agak bingung.

Sebenarnya niatnya mau apa? Briefing seperti apa yang diterima Jokowi dari para staf ahli hubungan internasional Istana dan kementerian luar negeri, sampai-sampai terbesit di dalam hati Jokowi untuk mencoba upaya yang gagal dilakukan oleh Jerman dan Perancis, pun oleh Turkiye dan Israel beberapa waktu lalu?

Apalagi toh untuk menghukum jenderal yang mengkudeta kekuasaan di Myanmar saja Indonesia sebagai pemain utama ASEAN tak mampu, apalagi untuk meminta Putin menarik pasukan dari Ukraina, yang notabene Xi Jinping dan Narendra Modi saja tak kuasa melakukannya.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kanan) dan mitranya Presiden Joko Widodo berjabat tangan dalam konferensi pers di Kyiv, Ukraina, 29 Juni 2022.AFP via VOA INDONESIA Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kanan) dan mitranya Presiden Joko Widodo berjabat tangan dalam konferensi pers di Kyiv, Ukraina, 29 Juni 2022.
Karena itu, secara geopolitik ekonomi politik internasional, kehadiran Jokowi sangat berpeluang untuk tidak menghasilkan apa-apa, kecuali sekadar seremoni dan sedikit peluang mendapatkan sensasi internasional.

Bahkan nyatanya Jokowi tidak saja minus tawaran strategis untuk kedua negara agar segera berdamai, tapi justru Jokowi digadang-gadang membawa permintaan kepada kedua negara.

Permintaan yang konon merepresentasikan negara-negara berkembang yang mulai kelabakan oleh bibit-bibit resesi dunia akibat baku hantam kedua negara, selain permintaan soal "kepastian rantai pasok gandum dari Rusia dan Ukraina," mengingat eksposur impor gandum Indonesia dari Ukraina tidaklah kecil.

Namun demikian, Jokowi tentu tetap punya konteks dan legitimasi legal untuk mendatangi kedua pemimpin negara yang sedang berseteru itu, yakni tugas konstitusional yang tercantum dengan jelas di dalam pembukaan UUD 1945, untuk mengupayakan perdamaian dunia.

Setidaknya, terlepas dari minimnya potensi keberhasilan dari misi perdamaian tersebut, Jokowi telah berupaya memainkan peran konstitusional Indonesia di tingkat global.

Lumayanlah, daripada tidak sama sekali toh. Jadi tak salah juga jika beberapa pihak justru menglorifikasi dan merayakan peran global Jokowi tersebut.

Untuk konteks yang satu ini, bagaimanapun seluruh rakyat Indonesia harus mendukung misi beliau yang satu itu.

Tak perlu dikritik, meskipun kita menyadari bahwa Indonesia bukanlah pemain kunci di tingkat global yang suaranya perlu dipatuhi oleh Putin dan Zelenski.

Dengan lain perkataan, nanti setelah kembali lagi ke Indonesia, Jokowi tetap masih bertanggung jawab atas berbagai persoalan di dalam negeri.

Jokowi masih boleh dikritik atas mahalnya harga cabe dan minyak goreng. Itu yang terpenting.

Jangan sampai kartu global Indonesia yang sedang dimainkan oleh Jokowi dimaksudkan untuk membangun reputasi internasional agar reputasi dalam negeri yang mulai melorot terlupakan.

Jika sampai demikian, tentu akhirnya Jokowi tak berbeda dengan Vladimir Putin sendiri. Secara politik, aksi koboi Putin menginvasi Ukraina bersamaan dengan ternggelamnya peringkat "approval" pemerintahan Putin di level domestik.

Sehingga salah satu jalan strategis bagi Putin untuk menaikan dukungan rakyat Rusia adalah dengan memainkan kartu nasionalisme, yakni berperang ke luar.

Langkah ini memiliki sisi baik dan buruk secara politik. Jika peperangan dimenangkan, biasanya rating approval sang pemimpin akan kembali kinclong.

Sebaliknya jika kalah, maka karir politik sang pemimpin biasanya tamat.

Di awal perang dunia kedua, keberhasilan Hitler dalam menaklukan negara-negara di Eropa disambut meriah oleh mayoritas rakyat Jerman. Rakyat Jerman berpesta pora.

Namun kekalahan yang bermula di Leninggrad pelan-pelan merontokan rating approval Hitler. Ia mulai jarang muncul ke ruang publik, sampai akhirnya bunuh diri di bungker.

Hal yang sama dilakukan oleh Erdogan di Turkiye. Erdogan mulai membawa Turkiye ke ranah konfrontatif dengan dunia Barat dan memainkan kartu nasionalisme-populasime setelah rating approval-nya mulai memudar di mata pemilih Turkiye.

Sampai hari ini, Erdogan terbilang berhasil memungut kembali simpati publik Turkiye secara pelan-pelan.

Langkah sederhana yang diambil Erdogan di ranah domestik adalah memaki-maki dunia barat. Namun di tingkat global, Turkiye siap bersitegang dengan Yunani, siap memainkan peran pragmatis di Libya, dan lebih dulu mencoba mendamaikan Putin dengan Zelenski, walaupun terbilang gagal.

Mahatir Muhammad pun pernah memainkan kartu yang sama saat krisis moneter Asia tahun 1997-1998.

Mahatir menyalahkan George Soros dalam kapasitasnya sebagai spekulator mata uang dunia atas krisis yang terjadi di Thailand, Indonesia, dan Malaysia (banyak sedikitnya juga melanda Korea Selatan dan Taiwan).

Mahatir pun aktif membangun jembatan kerja sama di Asia, terutama dengan Jepang, dan menawarkan berbagai resep ekonomi dan diplomasi ekonomi untuk ranah Asia.

Hasilnya sangat positif. Mahatir berhasil menghindari kutukan rakyat Malaysia, di saat Pak Harto justru tersungkur keprabon dihantam krisis moneter.

Artinya, dalam konteks Jokowi hari ini, ada peluang puja-puji dan glorifikasi di ranah domestik atas keberanian Jokowi untuk melanglangbuana naik kereta ke Kiev, lalu terbang ke Moskow.

Namun bukan tidak mungkin reputasi Jokowi di tingkat nasional dan global justru semakin buruk jika perang tak juga selesai dan resesi dunia justru semakin mendekat.

Artinya, kehadiran Jokowi memang berpeluang dipersepsi tidak memberi dampak apa-apa.

Semoga kartu global yang dimainkan bukan untuk meraup kekagumam publik nasional dan mencari reputasi global di satu sisi agar masyarakat banyak justru melupakan berbagai persoalan pelik di dalam negeri yang sebenarnya adalah tanggung jawab nyata Jokowi di sisi lain.

Semoga tidak begitu ya, Pak de!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com