JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai Polri kerap bersikap diskriminatif dalam menangani suatu perkara.
Salah satunya, menurut Kepala Divisi Hukum Kontras, Andy Muhammad Rezaldy, saat menangani kasus yang melibatkan aktivis pegiat hak asasi manusia (HAM), yaitu Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti dan Direktur Lokataru Haris Azhar.
“Contoh, apabila kita lihat dari kasus kekerasan polisi atau penyiksaan itu penanganan atau penyelidikan atau peyidikannya tidak dilakukan secara cepat. Berbeda jika kasus Fatia dan Haris,” kata Andy dalam konferensi pers pelaporan satu tahunan dalam rangka ‘Hari Bhayangkara ke-76’ di kantornya di Jakarta, Kamis (30/6/2022).
Diketahui, Haris dan Fatia kini telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.
Padahal, menurut Andy, Fatia dan Haris hanya menyampaikan ekspresi dan membongkar situasi riil yang terjadi di Papua dalam sebuah diskusi di akun YouTube milik Haris Azhar.
“Tapi kasus-kasus lain seperti kasus kekerasan polisi seperti di kasus reformasi dikorupsi, kasus aksi demonstrasi, dan kasus penyiksaan lainnya itu mengalami hambatan dan tidak ada progress,” ujar dia.
Selain itu, Anggota Divisi Riset dan Dokumentasi Kontras Rozy Brilian juga memaparkan adanya 21 kasus kriminalisasi yang dilakukan polisi kepada pegiat HAM sejak Juli 2021-Juni 2022.
Hal itu, menurut dia, kerap terjadi ketika para aktivis itu berupaya mempertahankan hak atas lingkungan masyarakat adat.
“Dalam konteks kriminalisasi pembela HAM, ada 21 peristiwa kriminalisasi yang terjadi dalam setaun belakangan, menimbulkan 40 luka-luka, dan 97 ditangkap,” ungkap Rozy.
Baca juga: Kontras: Ada 18 Kasus Kekerasan Seksual oleh Oknum Polisi Selama Juli 2021-Juni 2022
Ia menambahkan, ada juga 4 pegiat HAM lainnya yang mendapatkan intimidasi dan teror. Dampak atas hal ini yaitu para pembela HAM takut menyampaikan ekspresinya.
Rozy menilai seharusnya pihak kepolisian berada dalam kutub netral dan tidak boleh memihak saat menangani suatu perkara.
“Ini bukti pembela HAM dalam posisi rentan dan butuh perlindungan khusus dari negara,” tambah Rozy.
Adapun dalam laporan yang sama, Kontras juga mencatat adanya mencatat ada 677 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
Dari jumlah kasus tersebut, setidaknya ada 59 orang meninggal dunia, 928 luka-luka, dan 1.240 ditangkap secara sewenang-wenang.
“Kami menemukan dalam periode Juli 2021 sampai Juni 2022 ada 677 peristiwa kekerasan oleh pihak kepolisian,” kata Rozy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.