JAKARTA, KOMPAS.com - Tingginya biaya politik di Indonesia untuk menjadi wakil rakyat ataupun kepala daerah menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyampaikan hal itu dalam sambutannya pada program politik cerdas berintegritas (PCB) di Gedung Pusat Edukasi AntiKorupsi KPK, Kamis (30/6/2022).
Menurut Alex, untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), maupun gubernur butuh dana hingga miliaran rupiah.
"Biaya politik kita itu mahal, untuk menjadi anggota DPRD, DPR, bahkan kepala daerah, enggak ada yang gratis bapak ibu sekalian," ujar Alex.
"Kami melakukan survei, ya kepala daerah tingkat dua itu paling enggak harus menyediakan dana itu Rp 20-30 miliar. Gubernur itu di atas Rp 100 miliar," ucap dia.
Baca juga: Dewas KPK Gelar Sidang Etik Lili Pintauli pada 5 Juli
Perlu sponsor
Meskipun mahal, menurut Alex, dana untuk maju dalam pemilihan umum (pemilu) bagi para calon wakil rakyat ataupun kepala daerah itu tidak hanya berasal dari kocek pribadi.
Dalam aturan perundang-undangan, dana pihak-pihak yang maju di pemilu juga diperbolehkan berasal dari sponsor. Akan tetapi, menurut dia, pemberian itu tidak gratis dan kerap ada timbal balik.
Para pemberi dana biasanya berharap dipermudah untuk mendapatkan proyek dan perizinan setelah calon kepala daerah yang disponsori berhasil menduduki posisinya.
"Dari hasil survei kami maupun Kementerian Dalam Negeri ada sponsor. Boleh dan dibolehkan itu sponsor. UU kan membolehkan, perusahaan menyumbang bahkan perorangan menyumbang," papar Alex.
"Tapi apakah sumbangan itu gratis? Oh ternyata tidak. Ada harapan dari penyumbang, apalagi yang menyumbang itu perusahaan, kontraktor di daerah," ujar dia.
Baca juga: Sidang Gugatan TWK KPK, Novel Baswedan Mengaku Sempat Minta Hasil Tes tetapi Tak Dijawab
Kualitas infrastruktur buruk
Alex pun menilai bahwa kualitas infrastruktur di Indonesia menjadi sangat buruk akibat korupsi. Hal itu terjadi karena ada potongan-potongan saat dilakukan tender, penganggaran hingga pelaksanaan sebuah proyek.
"Jika suatu proyek kegiatan itu nilainya 100 di dalam kontrak, (kemudian) dipotong pajak 10 persen, untuk fee taruhlah 10 persen, tingkat keuntungan 10 persen, kemudian permintaan dari berbagai pihak, entah aparat dan sebagainya 10 persen. 40 persen itu sudah hilang," ungkap Alex.
"Jadi, kalau masuk ke proyek itu nilainya 60 itu katanya sudah bagus banget itu. (tetapi) rata-rata ya cuma 50. Bapak-ibu juga yang berasal dari daerah pasti sudah paham itu, sejauh mana sih kualitas infrastruktur kita, sangat-sangat jelek," ujarnya.
Alex mengaku prihatin terhadap mahalnya biaya politik di Tanah Air. Apalagi, sejak KPK berdiri, ada 300 anggota parlemen yang terdiri dari 20 gubernur, 140 bupati/wali kota, dan 30 menteri dari berbagai partai politik ditangkap KPK.
"Tentu ini menjadi suatu angka-angka yang tentu saja tidak membanggakan, tetapi ya memprihatinkan," kata Alex.
Baca juga: Rapat Terkait Laporan Kinerja KPK Tertutup, Ini Penjelasan Komisi III
"Kita prihatin semua kalau setiap kali kami melakukan penindakan terhadap wakil-wakil rakyat itu," ujar dia.
Pentingnya Integritas Parpol
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengingatkan pentingnya komitmen integritas partai polik (parpol). Apalagi, parpol merupakan wadah yang melahirkan calon-calon pemimpin nasional.
"Tentu partai politik kita harapkan dapat menghasilkan para pemimpin-pemimpin nasional dan daerah yang bersih dari korupsi, dan tidak akan ada lagi para pemimpin yang dihasilkan oleh parpol yang dipenjara karena korupsi," kata Lili Selasa (28/6/2022) kemarin.
Lili pun menyinggung sejumlah akibat yang ditimbulkan dari praktik korupsi oleh para pejabat negara, di antaranya mutu pendidikan yang menurun hingga angka pengangguran yang makin meningkat.
Mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu pun berharap pendidikan antikorupsi berupa nilai-nilai integritas yang diberikan KPK kepada partai politik dapat diimplementasikan secara nyata.
Baca juga: KPK Sebut Infrastruktur Indonesia Buruk Dampak dari Korupsi
Komitmen parpol
Ketua Badan Advokasi Hukum dan HAM (Bakumham) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Supriansa menyatakan, partainya akan menjalankan pembekalan yang sudah diberikan oleh Komisi Antirasuah itu.
Nantinya, ujar dia, partai Golkar akan melakukan edukasi bagi seluruh kader di pusat dan daerah agar mempunyai jiwa antikorupsi dan terbebas dari tindak pidana korupsi.
"Kita komitmen untuk tidak melakukan pendekatan money politik, tidak melakukan pendekatan-pendekatan korupsi, tidak melakukan pendekatan-pendekatan curang," kata Supriansa, Selasa.
"Insya Allah komitmen ini akan terbangun pada hari ini bersama KPK dan Partai Golkar berada di barisan depan dalam rangka berkomitmen untuk tidak korupsi," ucapnya.
Sementara itu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) telah membuat rekening gotong royong untuk menekan tingginya biaya bagi seseorang yang maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Baca juga: 900 Hari Harun Masiku Buron, Upaya Apa Saja yang Dilakukan KPK untuk Menangkapnya?
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto di hadapan Ketua KPK Firli Bahuri saat pembekalan antikorupsi bagi PDIP.
“Terkait dengan pilkada yang berbiaya mahal, Pak Firli. Kami juga sudah mencoba mengatasi dengan cara membuat rekening gotong-royong. Sehingga, beban pilkada itu tidak berada di calon,” ujar Hasto, Senin (27/6/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.