JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo memulai misi besar kemanusiaan dengan mengunjungi Kyiv, Ukraina, dan bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelenskyy, Rabu (29/6/2022).
Di hadapan Zelenskyy, Jokowi mengungkapkan maksudnya menjadi juru damai antara Ukraina dengan Rusia.
Meski masih sangat sulit dicapai, Jokowi mengatakan, penting untuk menyelesaikan konflik antara dua negara. Dia menyebut, perdamaian tidak boleh pernah luntur.
"Dalam kaitan ini, saya menawarkan diri untuk membawa pesan dari Presiden Zelensky untuk Presiden Putin yang akan saya kunjungi segera," kata Jokowi selepas pertemuan, sebagaimana dilansir dari siaran pers Sekretariat Presiden.
Baca juga: Kepada Zelensky, Jokowi Tawarkan Diri Jadi Pembawa Pesan untuk Putin
Jokowi juga menyampaikan kepeduliannya mengenai dampak perang di Ukraina. Dengan kemampuan yang ada, rakyat dan pemerintah RI berupaya memberikan kontribusi bantuan termasuk obat-obatan dan komitmen rekonstruksi rumah sakit di sekitar Kyiv.
"Saya sampaikan ke Presiden Zelenskyy bahwa kunjungan ini saya lakukan sebagai manifestasi kepedulian Indonesia terhadap situasi di Ukraina," ujar Jokowi.
Setelah bertemu Zelenskyy, Jokowi berencana terbang ke Rusia untuk bertemu Presiden Vladimir Putin. Presiden akan mengajak Putin berdialog untuk membuka peluang menghentikan perang dengan Ukraina.
"Kami memulai misi perdamaian ini dengan niat baik. Semoga dimudahkan," kata Jokowi melalui akun Twitter dan Instagram resmi miliknya, @jokowi, Rabu (29/6/2022).
Baca juga: Berterima Kasih, Zelensky Singgung Jokowi Pemimpin Pertama Asia Kunjungi Ukraina
Jokowi menjadi pemimpin Asia pertama yang melakukan kunjungan ke Ukraina dan selanjutnya Rusia.
Dia juga tercatat sebagai presiden RI kedua yang melawat ke daerah perang membawa misi perdamaian.
Sebelum Jokowi, Presiden kedua RI Soeharto lebih dulu menjadi juru damai di Bosnia-Herzegovina.
Soeharto melakukan kunjungan ke Bosnia tahun 1955. Kala itu, perang pecah di wilayah Yugoslavia pada tahun 1990-an.
Penyebabnya adalah gesekan antaretnis Serbia, muslim Bosnia, Kroasia, Albania, dan Slovenia yang semakin tinggi selepas kematian Presiden Joseph Broz Tito pada 4 Mei 1980.
Konflik itu membuat Republik Federal Sosialis Yugoslavia pecah menjadi beberapa negara.
Baca juga: Iriana Jokowi Serahkan Bantuan Kemanusiaan untuk Rumah Sakit di Kyiv, Ukraina
Rencana Soeharto melawat ke Bosnia, tepatnya ke Sarajevo, sempat ditolak oleh panglima pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Bosnia (UNPROFOR), Jenderal Bernard Janvier.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.