Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Mengapresiasi Misi Sulit Jokowi yang Melewati Nyali Modi dan Xi Jinping

Kompas.com - 30/06/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


SETELAH mengikuti KTT G7 di Elmau, Jerman, Presiden Joko Widodo tidak langsung kembali ke Indonesia.

Jokowi masih punya misi lain, yakni bertemu dengan dua orang pemimpin dari dua negara yang sedang berseteru sejak Februari 2022, yaitu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Meskipun Indonesia tidak memiliki "resources" geopolitik dan ekonomi, ambisi Jokowi untuk mencari titik temu kedua negara yang sedang berseteru sangat layak diacungi jempol.

Toh memang di dalam pembukaan UUD 1945 dengan jelas disebutkan bahwa salah satu tugas besar Indonesia adalah ikut terlibat dalam urusan perdamaian dunia.

Dengan perkataan lain, Jokowi membawa misi besar dan bersejarah ke Ukraina dan Rusia.

Selain Turkiye dan Israel, rasanya memang belum ada negara, terutama dari negara berkembang, yang berani melakukan misi serupa.

Alasannya tentu sangat bisa dipahami. Perdamaian Ukraina dan Rusia, dalam perspektif apapun, nyatanya ada di tangan Rusia dan Dunia Barat. Setidaknya begitulah hasil analisa dan diagnosa dari para pakar geopolitik dan geostrategi.

Artinya, secara prinsipil, kedatangan Jokowi sebenarnya bukanlah sebagai "game changer" atas perang yang sedang berlangsung, bahkan cenderung seremonial saja.

Sangat sulit untuk dibayangkan kira-kira apa yang akan ditawarkan Jokowi kepada kedua pemimpin negara itu agar mereka berhenti baku hantam? Nampaknya tak ada, kecuali lampu hijau untuk hadir di KTT G20 nanti.

Sayangnya, dari perkembangan geopolitik di Eropa, pun preseden kehadiran Putin di acara serupa, kursi di KTT G20 ternyata bukanlah faktor penting, terutama bagi Vladimir Putin.

Putin pernah berada pada posisi canggung di acara G20 pada tahun 2014 lalu. Putin akhirnya duduk menghabiskan makanannya sendiri, tanpa ditemani pemimpin negara lain di KTT G20 Brisbane Australia.

Sebabnya adalah invasi Rusia atas Crimea. Walhasil, Putin pulang lebih cepat dari jadwal yang telah ditetapkan.

KTT G20 di Australia tersebut tidak berhasil mengembalikan Crimea ke Ukraina dan tidak menghentikan Putin untuk menebar "little green army"-nya di daerah Luhanks dan Donbask.

Karena bagi Putin, persoalan dengan Ukraina adalah persoalan yang dibuat oleh dunia Barat, bukan persoalan yang dibuat oleh Rusia.

Bahkan Putin tetap bergeming meskipun akhirnya Rusia dikeluarkan dari keanggotaan G8 setelah itu, sehingga namanya kembali berubah menjadi G7.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com