Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Minta Revisi UU Pemilu karena Ada IKN, Komisi II: Kan Masih Baru Dibangun...

Kompas.com - 29/06/2022, 21:35 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Nasdem Saan Mustopa mengaku belum bisa memutuskan perlu tidaknya revisi Undang-Undang Pemilu terkait keberadaan Ibu Kota Negara (IKN). Adanya IKN, akan memperngaruhi mekanisme pemilihan, salah satunya terkait daerah pemilihan (dapil).

Saan mengatakan Komisi II perlu melihat perkembangan pembangunan IKN terlebih dulu. Sehingga Komisi II belum mengetahui apakah akan ada Pemilu 2024 di ibu kota baru tersebut.

"Kan sekarang terkait infrastruktur kan masih baru mau dibangun. Apakah misalnya ikut di 2024 atau nanti misalnya ikut di 2029," kata Saan saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/6/2022).

 

Baca juga: KPU: UU Pemilu Perlu Direvisi karena Keberadaan IKN

Politisi Partai Nasdem itu mengatakan hal tersebut sebagai respons pernyataan Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlunya revisi UU Pemilu untuk mengakomodasi Pemilu di IKN.

Menurut Saan, ada sejumlah pertimbangan bagaimana Komisi II bisa mendorong revisi UU Pemilu untuk keperluan IKN.

Misalnya, Komisi II akan melihat perkembangan dari jumlah penduduk di wilayah IKN. Terkait wilayah tentu akan memengaruhi daerah pemilihan (Dapil).

"Nanti kita akan lihat semua teknis di satu Dapil. Nanti kita lihat, jadi kita akan diskusikan lagi," ujarnya.

Baca juga: Anggaran Pemilu 2024 Diprediksi Berubah Lagi karena Pemekaran Papua dan IKN

Jika dibandingkan dengan pemekaran wilayah baru di Papua, Komisi II dinilai memang perlu melakukan revisi UU Pemilu.

Pasalnya, daerah otonomi baru (DOB) Papua sudah jelas rinciannya yang memengaruhi Dapil di Pemilu 2024.

"Kalau Papua kan sudah jelas wilayahnya mana saja. Ini Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan," kata Saan.

"Ini pasti akan ada penambahan dapil, terus akan ada penambahan alokasi kursi, nah kalau berdasarkan DOB Papua kan dapil jadi nambah 3, dari 80 jadi 83. Alokasi kursi kan nanti dihitung, pasti nambah kan alokasi kursi," sambung dia.

Baca juga: Komisi II Dorong Revisi UU Pemilu karena DOB Papua, Terkait IKN Akan Dikaji Lebih Serius

 

Meski demikian, Komisi II disebut akan melakukan kajian serius terkait kemungkinan revisi UU Pemilu untuk IKN.

Namun, rencana ini tidak dilakukan dalam waktu dekat.

Sebelumnya, KPU mengonfirmasi bahwa Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 perlu direvisi untuk mengakomodasi situasi terkini jelang Pemilu 2024.

Salah satunya adalah untuk mengakomodasi pemilu di IKN baru di Kalimantan Timur, sesuatu yang belum diatur dalam UU Pemilu saat ini.

Ketua KPU Hasyim Asy'ari menyinggung sejumlah pertanyaan mendasar ihwal keberadaan IKN dan dampaknya bagi penyelenggaraan Pemilu 2024 nanti.

"Pertanyaannya, IKN provinsi atau bukan? Kalau provinsi, masuk kategori otonomi atau tidak?" ujar Hasyim kepada wartawan di kantor KPU RI, Rabu.

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN telah memuat perihal pemilu yang akan diselenggarakan di sana, yakni pemilihan presiden, anggota DPR RI, dan DPD RI.

"Dengan begitu, konsekuensi elektoralnya pasti ada daerah pemilihan (dapil) baru khusus IKN untuk DPR RI, begitu pula dapil baru untuk DPD," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com