Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasto Wardoyo
Dokter

Kepala BKKBN

Bangun Keluarga, Membangun Masa Depan Bangsa Indonesia

Kompas.com - 29/06/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KELUARGA adalah tiang negara. Keluarga berkualitas adalah kunci Indonesia Emas. Keluarga punya peran besar dalam upaya memantapkan ketahanan negara serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Keluarga juga yang melahirkan kekuatan dalam pembangunan bangsa.

“Tahun 2025, 2030, dan 2035 adalah puncaknya bonus demografi. Harus kita siapkan sehingga saat Indonesia Emas, yang muncul adalah keluarga yang sehat, keluarga yang produktif, dan keluarga yang memiliki kualitas. Di tangan merekalah nasib bayi yang baru lahir maupun yang akan lahir ke depannya,” kata Presiden Joko Widodo.

Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Kemitraan Program Bangga Kencana dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (28/1/2021).

Pernyataan Presiden Joko Widodo itu terus relevan hingga 2022 dan ke masa depan, serta menjadi spirit pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan maju.

Bonus demografi Indonesia tidak hanya terjadi satu kali, lalu selesai. Ada siklus dinamis yang terjadi dan setiap negara berlomba menjadi yang terbaik dalam mencapai bonus demografi berkelanjutan.

Perlu intervensi, baik berupa kebijakan ataupun implementasi langsung terhadap permasalahan yang dihadapi oleh keluarga di Indonesia. Permasalahan ini yang bakal mengancam bonus demografi Indonesia.

Tidak dapat dipungkiri, bonus demografi Indonesia, salah satu faktornya adalah banyaknya jumlah penduduk.

Namun, jumlah penduduk yang besar jika tidak diiringi dengan kesehatan, kualitas, serta produktivitas maka bakal berubah menjadi bencana demografi. Sebab, hakikat bonus demografi adalah kesejahteraan.

Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, dari setiap 100 orang Indonesia yang produktif menanggung beban bagi 41 orang yang tidak produktif.

Kesejahteraan bisa diraih dan dirasakan mulai saat ini. Namun, di saat jumlah orang yang tidak produktif jauh lebih banyak ketimbang SDM yang produktif, maka saat itulah bencana demografi terjadi.

Kesejahteraan tidak tercapai karena ada beban orang-orang tidak produktif yang juga berlaku konsumtif di dalam keluarga.

Ancaman stunting

Menjelang peringatan ke-29 Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang kita peringati pada 29 Juni 2022, ancaman bagi masa depan Indonesia adalah stunting.

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang dan stimulasi lingkungan yang kurang mendukung, ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak berada di bawah standar.

Stunting berdampak jangka panjang hingga lanjut usia. Karena itu stunting berdampak sangat buruk bagi masa depan anak-anak Indonesia.

Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, tingkat prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen. Ini artinya, satu dari empat balita di Indonesia saat ini mengalami stunting.

Persentase 24,4 adalah prevalensi rata-rata seluruh Indonesia. Angka ini di atas ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia/WHO, yakni prevalensi stunting di bawah 20 persen.

Jika kita lihat angka di provinsi, terdapat 12 provinsi dengan prevalensi stuntingnya di atas angka prevalensi rata-rata di Indonesia, di atas 30 persen.

Dari data SSGI terdapat 17 kabupaten dengan prevalensi di atas 40 persen, bahkan mencapai 48,3 persen.

Angka prevalensi ini bisa menunjukkan bahwa satu dari dua balita menderita stunting. Sungguh kondisi yang miris dan memprihatinkan!

Tidak hanya itu, berdasarkan pendataan keluarga tahun 2021, BKKBN menemukan sebanyak 21,9 juta keluarga di Indonesia berisiko stunting dari 66,2 juta keluarga yang didata. Jumlah yang sangat-sangat banyak.

Jika dikomparasi, jumlah keluarga berisiko stunting ini lebih banyak dari pada jumlah warga negara Belanda yang hanya 17,6 juta jiwa. Atau sama dengan jumlah penduduk Srilanka yang 21,9 juta jiwa.

Kita tidak bisa membayangkan jika kondisi ini dibiarkan. Di masa depan, anak-anak stunting akan menjadi beban seumur hidup karena ketiadaan produktivitas dan beban pelayanan kesehatan.

Sejak Januari 2021, Presiden telah menunjuk BKKBN sebagai penanggung jawab nasional percepatan penurunan stunting melalui Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

“Target kita pada 2024, menjadi di bawah 14 persen. Sudah didesain konsolidasi anggarannya, programnya, semuanya BKKBN yang memegang kendali pencegahan stunting,” kata Presiden Joko Widodo.

Karena itu upaya percepatan penurunan stunting dilaksanakan secara holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara kementerian dan lembaga negara.

BKKBN juga telah bekerja sama dengan seluruh penyuluh dan kader di lapangan, lintas sektor, pemerintah daerah, organisasi masyarakat, dan media massa.

Saat ini telah dibentuk 200.000 Tim Pendamping Keluarga (TPK) bagi keluarga berisiko stunting dan balita penderita stunting.

Ke-200.000 TPK ini terdiri dari tiga orang, yakni penyuluh KB, bidan, serta ibu-ibu PKK (Penggerak Kesejahteraan Keluarga).

BKKBN juga membuat program Bapak Asuh Anak Stunting, yakni gerakan kepedulian dengan menjadi donatur bagi anak penderita stunting dan keluarga berisiko stunting.

Donasi yang diberikan Rp 15.000 per hari per anak stunting dan digunakan untuk asupan protein hewan melalui dapur sehat (dashat).

Kita juga lakukan upaya-upaya pencegahan karena sejatinya stunting dimulai dan terjadi sejak 1000 hari pertama kehidupan.

Lewat aplikasi Elsimil (elektronik siap nikah dan siap hamil), kita berupaya agar keluarga muda betul-betul merencanakan masa depan anaknya sejak sebelum masa kehamilan.

Upaya pencegahan kita lakukan dan gencarkan supaya jangan lahir bayi-bayi stunting baru.

Kita masih ingat, bagaimana tiga dasawarsa lalu, BKKBN saat itu menggemakan gerakan Keluarga Berencana (KB). Melalui jargon dua anak cukup, gerakan ini berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk Indonesia.

Pada Desember 1989, Perserikatan Bangsa-Bangsa memberikan Penghargaan Kependudukan atas kerja keras dari semua pihak saat itu.

Setelah 33 tahun berlalu, tepatnya pada 13 Juni 2022, PBB kembali memberikan Penghargaan Kependudukan United Nations Population (UNPA) kepada institusi BKKBN karena dinilai telah memberi role model bagi negara-negara di dunia terkait praktik dan pelayanan KB.

PBB menilai BKKBN mampu melaksanakan dengan baik dan terukur program pelayanan KB selama masa Pandemi Covid-19.

Gerakan pemberdayaan dan edukasi yang sifatnya masif dilakukan untuk mempertahankan angka CPR 57 persen (Contraceptive Prevalence Rate/rata-rata pemakaian kontrasepsi) di masa pandemic Covid-19.

BKKBN juga berkomitmen untuk menurunkan angka total fertility rate (TFR) dari 2,46 sebelum pandemi menjadi 2,24 setelah dua tahun masa pandemi.

Penurunan angka kelahiran ini memperlambat laju pertumbuhan penduduk dan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, serta infrastruktur sehingga meningkatkan standar hidup masyarakat.

Penghargaan Kependudukan PBB itu tidak lantas membuat BKKBN menjadi jumawa.

BKKBN terpacu dan berkomitmen untuk lebih giat melaksanakan program-program keluarga berencana guna mencegah kematian ibu dan bayi akibat kelahiran yang tidak direncanakan.

BKKBN juga berkomitmen mempercepat penurunan prevalensi stunting yang ditargetkan di bawah 14 persen pada 2024 melalui program-program Keluarga Berencana.

BKKBN fokus kepada pembangunan keluarga, baik secara kualitas maupun kuantitas untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

Bagaimana keluarga bisa melahirkan generasi yang unggul untuk Indonesia maju dan bebas stunting.

Pembangunan keluarga tidak hanya dari sisi kuantitas (jumlah dua anak), tetapi juga dari sisi kualitas itulah paradigma yang dibangun BKKBN saat ini.

Karena itu melalui peringatan Hari Keluarga Nasional tahun 2022 kita mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia, betapa pentingnya suatu keluarga.

Peringatan Hari Keluarga Nasional hendaknya menjadi pijakan membangun keluarga untuk masa depan bangsa. Selamat Hari Keluarga!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com