JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PDI-P Charles Honoris menilai bahwa Indonesia sudah harus memulai kajian tentang manfaat tanaman ganja untuk keperluan medis.
Kajian yang objektif dinilai wajib hukumnya sehingga nanti menjadi legitimasi ilmiah menentukan program ganja medis perlu dilakukan di Indonesia.
"Terlepas Indonesia akan melakukan program ganja medis atau tidak nantinya, riset adalah hal yang wajib dan sangat penting dilakukan untuk kemudian menjadi landasan bagi pengambilan kebijakan/penyusunan regulasi selanjutnya," kata Charles dalam keterangannya, Senin (27/6/2022).
Baca juga: Viral, Foto Seorang Ibu Perjuangkan Ganja Medis untuk Anaknya, Ini Faktanya!
Politisi PDI-P itu menyampaikan hal tersebut untuk merespons kisah seorang ibu bernama Santi Warastuti memperjuangkan anaknya, Pika Sasikirana yang menderita penyakit cerebral palsy. Santi meyakini, ganja medis bisa menjadi obat bagi anaknya.
Untuk itu, Charles memandang riset medis harus terus berkembang dan dinamis demi tujuan kemanusiaan.
"Demi menyelematkan kehidupan Pika, dan anak penderita radang otak lain, yang diyakini sang ibunda bisa diobati dengan ganja," ujarnya.
Ia menegaskan, negara tidak boleh tinggal berpangku tangan melihat "Pika-Pika" lain yang menunggu pemenuhan hak atas kesehatannya.
Menurut Charles, di seluruh dunia kini terdapat lebih dari 50 negara yang telah memiliki program ganja medis.
"Termasuk negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand," tambahnya.
Baca juga: Jalan Panjang Legalisasi Ganja Medis lewat Gugatan UU Narkotika di MK...
Tetapi di sisi lain, Charles mengutarakan catatan bahwa pada akhir 2020, Komisi Narkotika PBB (CND) sudah mengeluarkan ganja dan resin ganja dari Golongan IV Konvensi Tunggal tentang Narkotika tahun 1961.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.