JAKARTA, KOMPAS.com - Sosok Santi Warastuti menjadi sorotan usai unggahan foto mengenai aksinya dalam Car Free Day (CFD) Bundaran HI Jakarta pada Minggu (26/6/2022) viral di media sosial.
Melalui akun Twitter pribadinya, penyanyi Andien Aisyah mengunggah foto Santi yang membawa poster besar bertuliskan "Tolong, anakku butuh ganja medis" di tengah keramaian warga.
Dalam aksi tersebut Santi terlihat didampingi seorang pria paruh baya bersama seorang anak yang tergolek lemah di stroller.
Rupanya, anak itu adalah Pika, buah hati Santi dan suaminya yang mengidap cerebral palsy atau gangguan yang memengaruhi kemampuan otot, gerakan, hingga koordinasi tubuh seseorang.
Baca juga: MK Buka Suara soal Gugatan Legalisasi Ganja Medis yang Menggantung hingga Sekarang
Usut punya usut, aksi ini bertujuan untuk mendesak hakim Mahkamah Konstitusi (MK) segera memutuskan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang ia mohonkan.
Santi bersama suaminya Sunarta dan anaknya Pika datang dari Yogyakarta ke Jakarta untuk menyampaikan surat harapan ke MK terkait ini.
Pasalnya, sudah hampir dua tahun MK tak juga memutuskan perkara uji materi tersebut.
Padahal, Pika yang mengidap cerebral palsy membutuhkan terapi minyak biji ganja atau CBD oil untuk mengupayakan kesembuhannya.
Gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dilayangkan Santi ke MK bersama dua ibu lainnya pada November 2020.
Anak dari kedua ibu tersebut juga tidak dalam kondisi sehat karena masing-masing menderita pneumonia dan epilepsi.
Baca juga: Suarakan Legalisasi Ganja Demi Pengobatan Anak, Polisi: Tetap Dilarang
Dalam gugatannya ke MK, ketiga ibu mempersoalkan penjelasan Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan Pasal 8 Ayat (1) UU Narkotika yang melarang penggunaan ganja untuk pelayanan kesehatan.
Pasal ini dianggap merugikan hak konstitusional pemohon karena menghalangi mereka untuk mendapatkan pengobatan bagi sang buah hati.
Oleh karenanya, ketiganya ingin MK melegalkan penggunaan narkotika golongan I agar buah hati mereka bisa mendapat pengobatan.
Selain tiga ibu tersebut, beberapa lembaga lainnya juga ikut menjadi penggugat dalam perkara ini, yakni ICJR, LBH Masyarakat, IJRS, Yakeba, dan EJA.
Hampir dua tahun sejak gugatan dilayangkan, MK tak kunjung memutuskan perkara ini. Namun, sejak November 2020, MK telah meminta keterangan pemohon hingga sejumlah ahli melalui serangkaian persidangan.