Sama seperti saat nantinya bertemu Zelenskyy, Jokowi akan mengajak Putin berdialog untuk membuka peluang menghentikan perang.
“Dan sesegera mungkin untuk melakukan gencatan senjata dan menghentikan perang,” jelas Jokowi.
Pada Minggu (26/6/2022) media sosial diramaikan dengan informasi soal pesawat Garuda Indonesia yang membawa Presiden Joko Widodo dan rombongan ke Jerman terpantau berputar 360 derajat setelah memasuki wilayah udara Turki.
Kejadian ini terpantau pada pukul 12.46 UTC atau 19.46 WIB. Informasi ini disampaikan praktisi dan konsultan industri aviasi Gerry Soejatman dalam Twitter pribadinya @gerryS pada Minggu malam.
"OK, can someone tells me what was going on here? It's carrying the #president... things like this raises questions... why the 360 turn? #Indonesia," tulis Gerry dalam unggahannya.
Unggahan itu pun mendapatkan atensi warganet. Warganet ada yang menanggapi dengan pertanyaan serius maupun memberikan komentar bernada santai.
Baca juga: Di Sela-sela KTT G7, Jokowi dan PM India Narendra Modi Bahas Kerja Sama Pangan
Menanggapi hal itu, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin memberikan penjelasan.
Bey menuturkan, kejadian tersebut berkaitan dengan waktu ketibaan di Munich, Jerman.
"Di mana pesawat GIA-1 diperkirakan tiba lebih cepat dari slot waktu yang disediakan. Agar kedatangan pesawat GIA-1 sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, pilot melakukan holding guna menyesuaikan waktu ketibaan," ungkap Bey saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (27/6/2022).
Baca juga: Jokowi Bertemu Kanselir Jerman Olaf Scholz, Bahas Penguatan Kerja Sama Ekonomi
Bey menegaskan, keputusan yang diambil pilot itu ditempuh dengan tetap mengutamakan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan penerbangan.
"Dan hal itu sudah dikomunikasikan dan disetujui Sekretaris Militer Presiden Marsda TNI M Tonny Harjono yang turut serta dalam penerbangan tersebut," tambahnya.
Ketua Umum (Ketum) Koordinator Nasional (Kornas) Ganjarist, Eko Kuntadhi, mengatakan bahwa usulan memasangkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk Pilpres 2024 bukan merupakan solusi bagi polarisasi politik.
Eko menyinggung soal politik identitas yang menurutnya tak sesuai dengan ide menduetkan kedua tokoh tersebut.