KOMPAS.com – Diskriminasi kerap menjadi sumber terjadinya konfllik dalam masyarakat.
Jika tidak segera diatasi, diskriminasi dapat menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia karena bisa merusak integrasi nasional.
Sayangnya, sejumlah peraturan daerah (Perda) di Indonesia dinilai masih diskriminatif.
Salah satu yang lembaga yang sering menyoroti Perda diskriminatif ini adalah Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Berikut beberapa contoh Perda diskriminatif menurut Komnas Perempuan.
Baca juga: Hindari Sikap Diskriminatif, Frasa Madrasah Dinilai Tetap Harus Ada di Batang Tubuh RUU Sisdiknas
Salah satu Perda yang dinilai diskriminatif adalah Perda Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran.
Salah satu pasal yang disorot adalah Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi,
“Setiap orang yang sikap atau perilakunya mencurigakan, sehingga menimbulkan suatu anggapan bahwa ia/mereka pelacur dilarang berada di jalan-jalan umum, di lapangan-lapangan, di rumah penginapan, losmen, hotel, asrama, rumah penduduk/kontrakan, warung-warung kopi, tempat hiburan, gedung tempat tontonan, di sudut-sudut jalan atau di lorong-lorong jalan atau tempat-tempat lain di daerah.”
Pasal ini dinilai tidak memiliki batasan yang jelas sehingga rentan untuk mengkriminalisasi perempuan.
Perda yang dianggap diskriminatif selanjutnya adalah Peraturan Bupati Purwakarta Nomor 2 tahun 2015 tentang Persyaratan Tambahan Kenaikan Kelas pada Jenjang Pendidikan Dasar di Kabupaten Purwakarta.
Dalam peraturan ini, terdapat sejumlah syarat tambahan untuk kenaikan kelas para siswa pada jenjang pendidikan dasar.
Bagi peserta didik laki-laki yang berdomisili di wilayah perdesaan, diwajibkan untuk:
Sementara bagi peserta didik perempuan yang tinggal di perdesaan, diwajibkan untuk:
Untuk yang berdomisili di wilayah perkotaan, bagi siswa laki-laki diwajibkan untuk:
Sedangkan, untuk peserta didik perempuan yang tinggal di perkotaan, diwajibkan untuk: