Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emirsyah Satar dalam Pusaran 2 Kasus Korupsi di PT Garuda Indonesia

Kompas.com - 27/06/2022, 19:58 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Emirsyah Satar kembali jadi sorotan. Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk itu lagi-lagi terseret kasus hukum.

Dia baru saja ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia.

Padahal, Emirsyah tengah menjalani hukuman pidananya dalam kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia.

Baca juga: Kejagung Tetapkan Emirsyah Satar Jadi Tersangka Baru Kasus Pengadaan Pesawat di Maskapai Garuda

Berikut dua kasus hukum yang tengah menjerat Emirsyah.

Korupsi pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600

Emirsyah ditetapkan Kejagung sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia pada Senin (27/6/2022).

"Sejak Senin 27 juni 2022, hasil ekspose kami menetapkan 2 tersangka baru yaitu ES (Emirsyah Satar) selaku Direktur Utama PT Garuda, kedua SS (Soetikno Soedarjo) selaku Direktur Mugi Rekso Abadi," kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (27/6/2022).

Kasus korupsi yang diungkap Kejagung ini terjadi ketika Emirsyah masih menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia.

Tindak pidana korupsi itu diduga terjadi sekitar tahun 2011 sampai 2021. Kasus ini ditaksir menyebabkan kerugian negara hingga Rp 8,8 triliun.

Baca juga: Profil Emirsyah Satar, Eks Direktur Utama Garuda Indonesia yang Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Pesawat

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana mengatakan, Emirsyah diduga membocorkan rencana pengadaan pesawat kepada tersangka Soetikno Soedarjo.

"Dan hal ini bertentangan dengan Pedoman Pengadaan Armada (PPA) milik PT Garuda Indonesia," kata Ketut dalam keterangan tertulis, Senin (27/6/2022).

Menurut Ketut, Emirsyah juga bekerja sama dengan Dewan Direksi HS dan Capt AW untuk memerintahkan tim pemilihan supaya membuat analisis dengan menambahkan subkriteria dengan menggunakan pendekatan Nett Present Value (NPV) agar pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 dimenangkan atau dipilih dalam proyek pengadaan pesawat.

Menurutnya, instruksi perubahan analisis yang diinstruksikan tersangka kepada tim pemilihan adalah dengan menggunakan analisis yang dibuat oleh pihak manufaktur yang dikirim melalui tersangka Soetikno.

"Tersangka telah menerima grafikasi dari pihak manufaktur melalui tersangka SS dalam proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600," ucap dia.

Baca juga: Kejagung Pastikan Obyek Perkara Kasus Emirsyah Beda dari KPK

Sementara itu, tersangka Soetikno juga disebut melakukan komunikasi dengan pihak manufaktur setelah mendapatkan bocoran rencana pengadaan pesawat dari Emirsyah.

Tersangka Soetikno juga menghasut Emirsyah agar menginstruksikan tim pengadaan untuk memilih pesawat Bombardier CRJ 1000 dan ATR 72-600 dalam pengadaan pesawat.

"Tersangka menjadi perantara dalam menyampaikan gratifikasi dari manufaktur kepada tersangka ES dalam proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ 1000 dan ATR 72-600," tambahnya.

Kedua tersangka ini dikenakan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsider, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kendati demikian, Kejagung tidak melakukan penahanan. Pasalnya, kedua tersangka tengah menjalani hukuman pidana dalam kasus yang ditangani KPK.

Baca juga: Kilas Balik Kasus Emirsyah Satar di Garuda: Sebut Gratifikasi Wajar hingga Beli Apartemen di Australia

Selain Emirsyah dan Soetikno, Kejagung telah menetapkan 3 tersangka lainnya dalam kasus ini. Pertama, Albert Burhan (AB) selaku VP Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2012.

Kemudian, Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia periode 2011-2012, Setijo Awibowo. Lalu, Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia periode 2009-2014, Agus Wahjudo.

Suap pengadaan mesin Rolls-Royce

Sebelum menjadi tersangka Kejagung dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600, Emirsyah lebih dulu terlibat kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia yang ditangani KPK.

Dalam kasus pertamanya, Emirsyah divonis hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta pada 8 Mei 2020.

Selain itu, Emirsyah juga dijatuhi pidana tambahan, yakni membayar uang pengganti senilai 2.117.315,27 dollar Singapura subsider 2 tahun kurungan penjara.

Emirsyah terbukti bersalah dalam kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. Ia juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Namun demikian, vonis Emirsyah lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yaitu 12 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider 8 bulan kurungan penjara.

Baca juga: Jaksa Agung Ungkap Peran Emirsyah Satar dalam Kasus Korupsi Pesawat Garuda Indonesia

Dalam dakwaan pertama, Emirsyah dinilai terbukti menerima uang berbentuk rupiah dan sejumlah mata uang asing yang terdiri dari Rp 5.859.794.797, lalu 884.200 dollar Amerika Serikat, kemudian 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dollar Singapura.

Uang itu diterimanya melalui pengusaha pendiri PT Mugi Rekso Abadi yang juga beneficial owner Connaught International Pte Ltd.

Uang tersebut digunakan untuk memuluskan sejumlah pengadaan yang sedang dikerjakan PT Garuda Indonesia, yaitu Total Care Program mesin (RR) Trent 700, dan pengadaan pesawat Airbus A330-300/200.

Kemudian, pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, pengadaan pesawat Bombardier CRJ1000, dan pengadaan pesawat ATR 72-600.

Dalam dakwaan kedua, Emirsyah dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan 7 cara, mulai dari mentransfer uang, melunasi utang kredit, hingga merenovasi rumah.

Uang yang digunakan dalam TPPU tersebut merupakan uang suap yang diterima Emirsyah dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.

Pascavonis itu, Emirsyah mengajukan banding. Namun, pada Agustus 2020 Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru menguatkan vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat kepada Emirsyah.

"Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 8 Mei 2020 Nomor 121/Pid.Sus-Tpk/2019/PN.Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebt," demikian bunyi putusan nomor 19/Pid.Sus-TPK/2020/PT.DKI yang diunggah di situs MA, Senin (3/8/2020).

Baca juga: Kejagung Tetapkan Emirsyah dan Soetikno Tersangka, KPK Siap Bersinergi

Majelis hakim yang menangani banding Emirsyah menyatakan, vonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan yang dijatuhkan kepada Emirsyah sudah tepat dan telah sesuai dengan kesalahan Emirsyah dan keadilan masyarakat.

Tak lama, Emirsyah juga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), tetapi juga ditolak. Sehingga hukumannya tetap 8 tahun penjara.

Emirsyah kini tengah ditahan di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

Adapun Emirsyah menjabat sebagai Direktur Utama Garuda pada tahun 2005-2014.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak 'Online'

Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak "Online"

Nasional
Ketum Projo Nilai 'Amicus Curiae' Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Ketum Projo Nilai "Amicus Curiae" Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Nasional
Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Nasional
Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Nasional
Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Nasional
Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Nasional
Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi 'Online' di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi "Online" di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Nasional
Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Nasional
OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi 'Online'

OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi "Online"

Nasional
Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Nasional
Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com