Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejagung Pastikan Obyek Perkara Kasus Emirsyah Beda dari KPK

Kompas.com - 27/06/2022, 15:08 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menyatakan, kasus yang diusut dalam dugaan korupsi pengadaan pesawat oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berbeda dari kasus yang sebelumnya diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (kPK).

Adapun Emirsyah Satar selaku mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia dan mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia yang ditangani Kejagung.

Sementara itu, Emirsyah dan Soetikno sebelumnya terjerat kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia yang ditangani KPK.

"Apakah ini ne bis in idem atau tidak. Itu ada obyek yang berbeda, ada konstruksi perbuatan yang berbeda," kata Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah di Kejagung, Jakarta, Senin (27/6/2022).

Baca juga: Kejagung Tak Tahan Dua Tersangka Kasus Korupsi Garuda

Febrie menjelaskan, obyek perkara yang ditangani jajarannya dalam kasus dugaan korupsi di maskapai Garuda mengalami perluasan dari yang ditangani KPK.

"Dan mengenai obyek penyidikannya pun ada perluasan. Kita juga menyangkut pesawat ATR dan Bombardier. Nah, itu ada beda ya," ucap dia.

Dalam kasus ini, Kejagung bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menaksir kerugian negara mencapai Rp 8,8 triliun.

Lebih lanjut, Febrie juga menyampaikan, penyidik juga akan mendalami soal adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus tersebut.

Akan tetapi, sebelum menetapkan adanya soal dugaan TPPU, pihaknya akan mendalami soal kerugian negara yang senilai Rp 8,8 triliun itu.

"Nanti kita lihat ini baru ada kerugian negara, siapa yang akan mempertanggungjawabkan kerugian negara. Kemudian nanti baru kita masuk ekspose untuk TPPU," ucap dia.

Baca juga: Kejagung Tetapkan Emirsyah Satar Jadi Tersangka Baru Kasus Pengadaan Pesawat di Maskapai Garuda

Sebagai informasi, Emirsyah Satar menjabat sebagai Direktur Utama Garuda pada tahun 2005-2014. Emirsyah dan Soetikno sebelumnya terjerat kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia, yang ditangani KPK.

Dalam kasus itu, Emirsyah bahkan telah mengajukan kasasi. Namun, Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan kasasi tersebut.

Sementara itu, sebelum menetapkan Emirsyah sebagai tersangka, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka lebih dulu.

Mereka adalah Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia periode 2011-2012, Setijo Awibowo.

Lalu, Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia periode 2009-2014, Agus Wahjudo, serta Albert Burhan (AB) selaku VP Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2012

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com