JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia memeriksa mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi dalam perkara dugaan kasus korupsi pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng.
Adapun dugaan tindak pidana korupsi itu terjadi tahun 2021 sampai Maret 2022, di bawah kepemimpinan Lutfi pada saat menjabat sebagai mendag.
Lufti diketahui menjabat sebagai mendag pada periode 23 Desember 2020 sampai 15 Juni 2022.
Dalam kasus izin ekspor CPO ini, Kejagung telah menetapkan lima tersangka.
Salah satu tersangka yang ditetapkan yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indrasari Wisnu Wardhana (IWW) pada 19 April 2022.
Setelah lima tersangka ditetapkan, Kejagung terus melakukan pendalaman guna memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara korupsi itu.
Lutfi diperiksa pada Rabu (23/6/2022). Ia terpantau tiba di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, sekitar pukul 09.10 WIB dengan membawa sebuah tas janjing berwana hitam.
Setibanya di lokasi, ia tidak bicara banyak. Ia langsung masuk ke dalam gedung untuk menjalani pemeriksaan.
Dua belas jam kemudian, Lutfi keluar dari gedung pemeriksaan. Lutfi juga mengatakan bahwa dirinya ditanyakan sejumlah pertanyaan dan telah menjawabnya secara benar.
Ia mengatakan, kehadirannya dalam pemeriksaan merupakan tugasnya sebagai warga negara Indonesia untuk taat dan patuh memenuhi panggilan sebagai saksi di Kejagung.
"Tadi saya sudah datang tepat waktu, tepat hari dan melaksanakan semua yang ditanyakan saya jawab dengan sebenar-benarnya," kata Lutfi usai menjalani pemeriksaan.
Kendati demikian, ia tidak mau memberikan rincian materi pemeriksaan yang ditanyakan penyidik kepadanya.
"Saya tidak akan jawab karena semua materinya silakan tanyakan kepada penyidik," ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Supardi mengatakan bahwa Lutfi diberikan sekitar 15 pertanyaan.
Pertanyaan tersebut berkaitan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi izin ekspor CPO.
"Jadi memang pada hari ini mantan Menteri Perdagangan diperiksa sebagai saksi terkait apa yang dia ketahui, apa dia dengar dengan alami untuk pembuktian terhadap 5 tersangka," ucap Supardi.
Baca juga: Kasus Korupsi Minyak Goreng, Kejagung Sita Sejumlah Dokumen dari Eks Mendag M Lutfi
Ia menambahkan, Lutfi ditanya seputar latar belakang dan implementasi berbagai peraturan yang terbit dari Kemendag menyangkut harga eceran tertinggi (HET), ketentuan ekspor, ketentuan domestic market obligation (DMO).
Kemudian juga terkait sejumlah ketentuan yang menyangkut terbitnya persetujuan ekspor (PE).
"Juga dikonfrontir dengan berbagai bukti-bukti yang telah disita sebelumnya. Kan ada beberapa bukti sebelumnya," tambahnya.
Baca juga: Eks Mendag M Lutfi Diperiksa 12 Jam Terkait Kasus Korupsi Ekspor Minyak Goreng
Selain itu, Supardi menyebutkan, penyidik telah menyita sejumlah dokumen terkait kasus izin ekspor minyak goreng.
Tetapi, Supardi tidak menjelaskan rinci soal dokumen apa saja yang telah disita.
"Ada dokumen yang disita dari dia (Lutfi) juga. Ada dokumen-dokumen disita juga. Saya tidak bilang mafia, tapi ada dokumen yang disita," kata Supardi.
Menurut Supardi, Lutfi bersikap kooperatif selama proses pemeriksaan.
Saat ditanyakan, apakah ada indikasi bahwa Lutfi menerima suap terkait kasus korupsi izin ekspor CPO itu, Supardi mengatakan, masih tak menemukan bukti terkait itu.
"Jadi sampai saat ini, kami belum bisa menemukan fakta itu (Lutfi menerima suap dari pengusaha sawit)," ujar dia.
Baca juga: Hasil Sidak Mendag Zulhas ke Pasar Klender: Minyak Goreng Rp 14.000, Gampang Dicari
Dalam kasus ini, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indrasari Wisnu Wardhana ditetapkan tersangka karena dinilai paling berwenang mengeluarkan izin ekspor CPO.
Dalam Kepmendag Nomor 129 Tahun 2022, ada syarat kewajiban memenuhi domestic market obligation (DMO) sebesar 20 persen bagi perusahaan yang ingin melakukan kegiatan ekspor. Kemudian, angka itu ditingkatkan menjadi 30 persen melalui Kepmendag Nomor 170 Tahun 2022.
“IWW ditetapkan tersangka karena pejabat paling berwenang pengajuan-pengajuan ekspor tersebut,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah di konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (22/4/2022).
Baca juga: Kejagung: Lin Che Wei Dibawa ke Kemendag oleh Indrasari Wisnu Wardhana
Bersamaan dengan Indrasari, penyidik menahan 3 petinggi pengusaha sawit, yakni Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Stanley MA (SMA), Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor (MPT), dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas Picare Togar Sitanggang (PTS).
Para tersangka itu juga diduga melanggar hukum dan menyalahi aturan soal penerapan kewajiban DMO.
Sekitar sebulan berselang, Kejagung menetapkan tersangka baru lainnya dari pihak swasta, yakni Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati pada 17 Mei 2022.
Baca juga: AJI Bakal Cabut Tasrif Award Lin Che Wei jika Divonis Bersalah
Lin Che Wei diduga mengikut rapat penting dan menjadi pihak yang menghubungkan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag ke perusahaan yang juga turut melanggar hukum. Padahal, tidak memiliki jabatan khusus di Kemendag.
“Iya (menghubungkan), dimintai pendapat juga, tapi dia (Lin Che Wei) sendiri juga terafiliasi dengan beberapa perusahaan itu,” ujar Dirdik Jampidsus Kejagung Supardi saat ditemui di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Selasa (17/5/2022) malam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.