Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal-pasal Karet RKUHP yang Jadi Sorotan

Kompas.com - 21/06/2022, 16:57 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga mencakup sejumlah pasal karet yang dinilai multitafsir.

Apalagi draf terbaru pembahasan RKUHP selepas Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Komisi III DPR pada 25 Mei 2022 lalu tak kunjung dibuka.

Draf yang saat ini beredar adalah versi 2019 yang saat itu hendak disahkan dan memicu unjuk rasa besar-besaran dari kalangan masyarakat sipil dan mahasiswa.

Sampai saat ini Kemenkumham dan DPR beralasan draf RKUHP terbaru masih dalam tahap penyempurnaan.

"Untuk draf terbaru, kami belum dapat mempublikasikannya karena sifatnya masih dalam taraf penyusunan dan penyempurnaan. Draf baru bisa kami sampaikan apabila pemerintah dan DPR telah bersepakat," kata Kepala Bagian Humas Kementerian Hukum dan HAM, Tubagus Erif Faturahman kepada Kompas.com, Senin (20/6/2022).

Baca juga: Mahasiswa Akan Unjuk Rasa di Patung Kuda, Desak Presiden dan DPR Buka Draf Terbaru RKUHP

"Untuk draf RUU KUHP, yang bisa kami sampaikan kepada publik adalah draf RUU KUHP tahun 2019 yang batal disahkan," ucapnya.

Sedangkan Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta agar semua pihak tidak menuduh pemerintah dan DPR bersikap tertutup karena belum juga membuka draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Arsul menyatakan, draf RKUHP masih berada di tangan pemerintah yang tengah melakukan penyempurnaan dan perbaikan atas draf RKUHP tahun 2019 lalu yang hampir disahkan.

"Jadi kalau belum apa-apa kemudian pemerintah terutama dan DPR dituduh tidak terbuka, ya karena memang belum siap gitu lho," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/6/2022).

Arsul menuturkan, draf akan dibuka ke publik setelah pemerintah menyerahkan draf tersebut ke DPR karena RKUHP adalah RUU usul inisiatif pemerintah.

Baca juga: BEM UI Demo di Patung Kuda Protes RKUHP, Ini Pasal yang Disorot

"Begitu pemerintah sudah menyampaikan, misal Menkumham mewakili Presiden menyampaikan kepada pimpinan DPR, itu pasti akan terbuka drafnya," kata politikus PPP itu.

Berikut ini adalah beberapa pasal karet yang ditemui dalam draf RKUHP versi 2019:

1. Pasal penyerangan martabat Presiden dan Wakil Presiden

Delik tentang penyerangan terhadap harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden tercantum dalam Pasal 217 sampai Pasal 220 RKUHP versi 2019.

Pemerintah mengusulkan agar ketentuan tindak pidana penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden pada Pasal 218 Ayat (1) RKUHP bersifat delik aduan dengan ancaman hukuman maksimal 3,5 tahun penjara.

"Terkait penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, jadi kami memberikan penjelasan bahwa ini adalah perubahan dari delik yang bersifat tadinya delik biasa menjadi delik aduan," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej dalam RDP dengan Komisi III DPR pada 25 Mei 2022.

Edward yang kerap disapa Eddy mengatakan, pemerintah tak ingin membangkitkan kembali pasal penghinaan presiden yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 031-022/PUU-IV/2006.

Eddy menerangkan, pasal yang ada di RKUHP berbeda dengan pasal yang dicabut oleh MK.

"Jadi sama sekali kami tidak membangkitkan pasal yang sudah dimatikan oleh Mahkamah Konstitusi, justru berbeda. Kalau yang dimatikan Mahkamah Konstitusi itu adalah delik biasa, sementara yang ada dalam RUU KUHP ini adalah delik aduan," kata Eddy.

Baca juga: Anggota DPR Bantah Tak Terbuka soal RKUHP, Sebut Masih Disiapkan

RKUHP juga telah ditambahkan penjelasan bahwa pengaduan mengenai pasal itu harus dilakukan langsung oleh presiden maupun wakil presiden secara tertulis.

"Kami menambahkan itu bahwa pengaduan dilakukan secara tertulis oleh presiden atau wakil presiden. Dan juga ada pengecualian untuk tidak dilakukan penuntutan apabila ini untuk kepentingan umum," imbuhnya.

2. Pasal penghinaan terhadap pemerintah

Delik itu diatur dalam Pasal 240 dan Pasal 241 draf RKUHP 2019.

Dalam Pasal 240, setiap orang yang menghina pemerintah yang sah dan berakibat terjadinya kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Sedangkan dalam Pasal 241 setiap orang yang menyebarkan materi berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah melalui sarana teknologi informasi diancam pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.

Baca juga: Kemenkumham: Draf RKUHP Masih Taraf Penyusunan dan Penyempurnaan

3. Pasal terkait penghasutan untuk melawan penguasa umum

Delik itu tercantum dalam Pasal 246 dan Pasal 247 draf RKUHP 2019.

Dalam Pasal 246, setiap orang yang menghasut buat melawan penguasa umum dengan tindak pidana atau kekerasan melalui lisan dan tulisan diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.

Lalu dalam Pasal 247 disebutkan, setiap orang yang menyebarluaskan hasutan agar melakukan tindak pidana atau melawan penguasa umum dengan kekerasan melalui gambar, tulisan, rekaman, dan sarana teknologi informasi diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori V.

4. Pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara

Dalam pasal 353 RKUHP versi 2019 disebutkan penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara diancam dengan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan.

Sedangkan pada pasal 354 disebutkan setiap orang yang dengan sengaja menyebarkan materi berisi penghinaan terhadap pemerintah melalui sarana teknologi informasi diancam hukuman penjara selama 2 tahun.

Baca juga: DPR dan Pemerintah Diminta Buka Partisipasi Publik, Jangan Buru-Buru Sahkan RKUHP

5. Pasal hukum yang hidup (The Living Law)

Pasal 2 ayat (1) dan pasal 598 RKUHP draf 2019 diatur tentang hukum yang hidup di masyarakat. Menurut pasal itu, masyarakat bisa dipidana bila melanggar hukum yang berlaku di suatu daerah. Pasal ini dikhawatirkan akan memunculkan potensi kriminalisasi.

6. Pasal kumpul Kebo (kohabitasi)

Pemerintah juga mengusulkan mencabut ketentuan dalam draf RKUHP lama yang yang mengatur bahwa pasangan yang hidup tanpa status pernikahan (kumpul kebo atau kohabitasi) dapat dipidana atas aduan kepala desa.

"Mengenai kohabitasi, ketentuan pasal ini merupakan delik aduan. Pemerintah mengusulkan menghapus ketentuan kepala desa yang dapat mengajukan aduan karena kalau kepala desa bisa mengadu berarti dia sudah bukan lagi delik aduan," kata Eddy.

Berdasarkan dokumen berjudul 'Isu Krusial RUU KUHP' yang dirilis Kemenkumham, RKUHP akan mengatur praktik kumpul kebo hanya bisa diproses hukum atas pengaduan suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau orangtua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perwakinan.

Hal itu tercantum dalam ketentuan yang tertuang dalam Pasal 418 Ayat (2) draf RKUHP.

Baca juga: RKUHP Dinilai Mengancam Iklim Demokrasi Indonesia

"Dirumuskan sebagai delik aduan dan pengaduan dibatasi hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak," demikian bunyi keterangan pemerintah dalam dokumen tersebut.

7. Pasal penyiaran berita bohong

Dalam Pasal 262 RKUHP draf 2019 disebutkan, setiap orang yang menyebarluaskan berita bohong diancam hukuman penjara selama 4 tahun penjara.

Selain itu, pasal 263 menyebutkan pihak yang menyiarkan kabar yang tidak pasti, berlebih-lebihan dan bisa meyebabkan keonaran di masyarakat diancam hukuman penjara maksimal 2 tahun.

8. Pasal penghinaan terhadap pengadilan (contemp of court)

Delik itu diatur dalam Pasal 281 RKUHP draf 2019. Pasal itu menyatakan bahwa seseorang yang tidak bersikap tidak hormat atau tidak berpihak ke hakim diancam hukuman penjara selama 1 tahun.

Kemudian, seseorang yang apabila merekam dan mempublikasikan sesuatu yang dianggap mempengaruhi independensi hakim di pengadilan juga diancam hukuman penjara selama 1 tahun.

Baca juga: Poin-poin Perubahan RKUHP yang Segera Dilanjutkan: Dari Penghinaan Presiden hingga Aborsi

9. Pasal penghinaan agama

Dalam Pasal 304 RKUHP disebutkan setiap orang yang melakukan penistaan agama di depan umum diancam dengan hukuman penjara selama 5 tahun.

10. Pasal pencemaran nama baik

Dalam pasal 440 RKUHP disebutkan setiap orang yang melakukan pencemaran nama baik diancam dengan hukuman pidana penjara selama 9 hingga 1 tahun 6 bulan penjara.

(Penulis : Ardito Ramadhan | Editor : Dani Prabowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com