JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah partai politik sudah kasak-kusuk menggalang dukungan dengan membentuk poros koalisi buat menghadapi pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sepakat membentuk koalisi Indonesia Bersatu (KIB) pada awal Mei lalu.
Ketiga partai itu mempersilakan partai politik lain buat bergabung. Dari ketiga partai yang berada di dalam KIB, baru Golkar yang mengajukan sang Ketua Umum, Airlangga Hartarto, sebagai calon presiden.
Di sisi lain, Airlangga terganjal tingkat elektabilitas yang masih berada di luar 10 besar.
Menurut Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono, masih ada cukup waktu untuk mengejar elektabilitas Airlangga sebagai calon presiden (capres) untuk menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Pemilu ini masih cukup waktu, sementara intensitas Pak Airlangga, pertemuan dengan masyarakat dan komunikasi langsung dengan masyarakat baru meningkat beberapa bulan terakhir,” tutur Dave dalam diskusi virtual Polemik Trijaya bertajuk "Konstelasi dan Regenerasi Kepemimpinan Nasional 2024", Sabtu (4/6/2022) lalu.
Baca juga: PKB Sebut Koalisi Semut Merah Tetap Terbuka meski Jalin Komunikasi dengan Gerindra
Ia menyebut komunikasi Airlangga dengan masyarakat baru dapat terjalin karena selama ini disibukan dengan penanganan pandemi Covid-19.
“Dan tugas beliau sebagai Menko (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian),” ujar Dave.
Syarat partai politik buat mengusung calon presiden harus memenuhi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold/PT).
Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yakni minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pada Pemilihan Legislatif sebelumnnya.
Jumlah kumulatif perolehan kursi Golkar, PAN, dan PPP di parlemen adalah 26,82 persen. Sementara, berdasarkan suara nasional, koalisi ini mendapatkan 23,93 persen.
Baca juga: Gerindra-PKB Bangun Koalisi, PPP Harap Pilpres Diikuti Lebih dari 2 Paslon
Kabar tentang rencana membuat poros koalisi juga datang dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kedua partai itu menjajaki kerja sama buat menghadapi Pemilu dan Pilpres 2024.
Rencana poros PKB dan PKS yang masih dalam tahap penjajakan itu dijuluki sebagai koalisi Semut Merah.
Dalam Pemilu 2019, PKS meraih 8,21 persen suara dan PKB mendapatkan 9,69 persen suara. Supaya bisa mengusung calon presiden, mereka harus mencari mitra partai politik lain buat bergabung supaya memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden.
Partai Nasdem yang baru saja menyelesaikan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada pekan lalu mengusulkan 3 nama capres 2024. Mereka adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
Baca juga: Pertemuan Prabowo-Cak Imin yang Berujung Klaim Terbentuknya Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya
Nasdem juga harus mencari rekan koalisi jika hendak mengusung calon presiden pada 2024 mendatang. Sebab, perolehan suara mereka pada Pemilu 2019 sebesar 9,05 persen.
Pada akhir pekan lalu, Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar menemui Prabowo di kediamannya di Jalan Kertanegara, IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Usai pertemuan, Muhaimin mengklaim dia dan Prabowo sepakat membentuk koalisi Kebangkitan Indonesia Raya.
Dalam keterangan pers yang disampaikan PKB, Prabowo menyatakan kedua partai sepakat untuk bekerja sama.
Meski, koalisi yang saat ini baru terdiri atas dua partai tersebut bisa mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sendiri, lantaran kedua partai tersebut telah mencapai 20 persen sebagai ambang batas pencalonan presiden (PT).
Perolehan suara Gerindra pada Pemilu 2019 mencapai 12,57 persen.
”Komunikasi antara Gerindra dan PKB berjalan dengan intensif, dan juga dengan partai-partai lain, tapi alhamdulillah kita sudah mencapai titik-titik pertemuan, titik-titik kerja sama, titik-titik kesepakatan," ujar Prabowo.
Baca juga: PKB Bentuk Koalisi dengan Gerindra, PKS: Belum Ada yang Final
Sementara itu, Muhaimin mengatakan kesepakatan kerja sama yang sudah terjalin dengan Partai Gerindra dalam menghadapi Pemilu Serentak 2024, bisa diikuti dengan parpol lainnya.
"Moga-moga kerja sama kita ini bisa terus dilanjutkan bersama partai-partai lain untuk menuju suksesnya pilpres, suksesnya pilkada, dan susksesnya pileg di 2024. Dan kita PKB dan Gerindra, visi dan tujuan perjuangan yang sama untuk NKRI yang lebih maju, adil, dan sejahtera,” kata pria yang akrab disapa Cak Imin tersebut.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani tidak membenarkan soal pembentukan koalisi Kebangkitan Indonesia Raya.
Muzani mengatakan, Prabowo dan Muhaimin sepakat bekerja sama untuk Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
"Ya Pak Prabowo dan Pak Muhaimin sudah sepakat untuk sama-sama bekerja sama dalam Pilpres 2024," ujar Muzani saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (20/6/2022).
Baca juga: Prabowo Dinilai Sedang Window Shopping Cawapres Lewat Koalisi Gerindra-PKB
Muzani tidak menjawab secara gamblang apakah kerja sama itu berarti Gerindra berkoalisi dengan PKB atau tidak.
Dia hanya menyebut kedua pihak sekadar bekerja sama.
"PKB dan Gerindra, bersepakat untuk sama-sama bekerja sama dalam Pilpres 2024," ucapnya.
Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menilai pembentukan sejumlah poros koalisi saat ini masih sangat mungkin berubah.
"Poros koalisi atau kedekatan saat ini ditunjukkan oleh partai-partai masih sangat prematur sekali untk dikatakan kokoh tidak berubah," kata Bawono saat dihubungi Kompas.com.
Menurut Bawono, situasi politik saat ini dan tahapan Pemilu serta Pilpres yang masih panjang membuat kondisi bisa berubah kapan saja.
Baca juga: Koalisi Semut Merah: Antara Imajinasi Politik dan Ambisi Capres 2024
"Semua masih sangat mungkin berubah mengikuti dinamika elektoral dari para bakal calon presiden dan juga tentu saja kelancaran dr komunikasi politik antarelite," ujar Bawono.
Senada dengan Bawono, peneliti senior sekaligus Direktur Data Strategis Indonesian Politics Research and Consulting ( IPRC) Idil Akbar mengatakan, koalisi yang ada saat ini kemungkinan besar bisa berubah tergantung dinamika politik.
Menurut Idil, koalisi yang ada saat ini hanya fokus meramaikan bursa calon presiden, ketimbang membangun kekuatan politik untuk memperjuangkan kepentingan bangsa.
"Kekuatan politik mereka sebetulnya kan bukan didorong oleh koalisi yang motif politik yang kuat untuk membangun kebersaamaan kebangsaan, tetapi lebih kepada faktor siapa yang kemudian harus dikuatkan dalam pencapresan," ujar Idil.
"Ini yang saya pikir masih belum selesai. Karena ketika tawaran-tawaran politik siapa yang akan jadi capres, ya tentu saja ini akan menjadi satu hal yang akan menajdi pembicaraan kuat," lanjut Idil.
(Penulis : Adhyasta Dirgantara | Editor : Bagus Santosa)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.