JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyepakati rancangan undang-undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).
RUU itu segera dibahas lebih lanjut untuk ditetapkan menjadi undang-undang (UU).
RUU KIA menjadi sorotan publik lantaran pasal-pasalnya dinilai progresif bagi perempuan. Pasal itu mengatur perpanjangan masa cuti melahirkan hingga waktu istirahat bagi ibu yang keguguran. Berikut poin-poin penting dalam draf RUU KIA.
Baca juga: Komnas Perempuan Dukung RUU KIA dengan Catatan
Salah satu yang diatur dalam draf RUU KIA yakni cuti melahirkan diusulkan paling sedikit 6 bulan.
"Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak: a. mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan," demikian bunyi Pasal 4 Ayat (2) huruf a draf RUU KIA.
Penetapan masa cuti melahirkan sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja. UU ini mengatur bahwa durasi waktu cuti melahirkan 3 bulan.
Selama masa cuti, ibu melahirkan diusulkan tetap mendapat gaji penuh pada 3 bulan pertama. Kemudian, 3 bulan setelahnya, gaji yang diterima ibu melahirkan diusulkan sebesar 75 persen.
"Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a mendapatkan hak secara penuh 100% (seratus persen) untuk 3 (tiga) bulan pertama dan 75% (tujuh puluh lima persen) untuk 3 (tiga) bulan berikutnya," bunyi Pasal 5 Ayat (2) draf RUU KIA.
Selain ibu melahirkan, RUU KIA juga memberikan hak bagi ibu yang mengalami keguguran untuk beristirahat selama 1,5 bulan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf b RUU KIA.
"Setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami kegugugran," demikian bunyi draf RUU tersebut.
RUU KIA juga mengatur bahwa ibu yang melahirkan ataupun keguguran dan menjalani masa cutinya tidak bisa diberhentikan. Sebab, cuti menjadi hak bagi setiap ibu melahirkan maupun keguguran.
Baca juga: Menteri PPPA Harap RUU KIA Bisa Jadi Terobosan Perlindungan Ibu Anak
"Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan huruf b tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan," demikian Pasal 5 Ayat (1) draf RUU KIA.
Jika ibu melahirkan diberhentikan dari pekerjaannya atau tidak memperoleh haknya sebagaimana yang diatur dalam UU KIA, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memberikan pendampingan hukum dan memastikan hak ibu terpenuhi.
Tak hanya itu, RUU KIA mengatur ibu dan anak harus mendapat kemudahan dalam menggunakan fasilitas, sarana, dan prasarana umum.
"Penyedia atau pengelola fasilitas, sarana, dan prasarana umum harus memberikan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum bagi Ibu dan Anak," demikian bunyi Pasal 22 Ayat (1) draf RUU KIA.
Baca juga: RUU KIA Usulan DPR, Cuti Melahirkan 6 Bulan, dan Gaji Penuh 3 Bulan Pertama