JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) mengatur bahwa ibu bekerja yang mengalami keguguran berhak mendapatkan waktu istirahat selama satu setengah bulan.
Ketentuan itu diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf b draf RUU KIA yang telah dikonfirmasi oleh Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya.
"Selain hak sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), setiap ibu yang bekerja berhak: b. mendapatkan waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran," demikian bunyi butir aturan tersebut.
Baca juga: RUU KIA Usulan DPR, Cuti Melahirkan 6 Bulan, dan Gaji Penuh 3 Bulan Pertama
Selanjutnya, dalam Pasal 5 Ayat (1) RUU KIA, disebutkan bahwa setiap ibu yang melaksanakan hak di atas tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya.
Sang ibu juga tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Lalu, dalam Pasal 5 Ayat (3) diatur bahwa pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah memberikan pendampingan secara hukum dan memastikan pemenuhan hak ibu jika sang ibu diberhentikan dari pekerjaannya dan/atau tidak memperoleh haknya.
Di samping itu, RUU KIA mengatur bahwa setiap ibu berhak mendapatkan pendampingan saat melahirkan atau keguguran dari suami dan/atau keluarga.
Pasal 6 Ayat (1) pun mengatur kewajiban suami dan/atau keluarga dalam mendampingi istri yang melahirkan dan keguguran.
Untuk itu, RUU KIA mengatur bahwa suami mendapatkan hak cuti paling lama 40 hari untuk mendampingi istri yang melahirkan atau paling lama 7 hari untuk mendampingi istri yang keguguran.
"Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan hak cuti pendampingan:
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.