Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompasianer Yon Bayu

Blogger Kompasiana bernama Yon Bayu adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Elektabilitas Semu dalam Politik Pencitraan

Kompas.com - 16/06/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalih floating mass yang disebut menjadi pembeda antara hasil survei dengan real count juga perlu diuji kesahihannya.

Sebab jika benar massa mengambang yang belum menentukan pilihan sebelum pencoblosan sangat besar sehingga “mempermalu” hasil survei-survei sebelumnya, hal itu justru menunjukan kekurangakuratan lembaga survei dalam memetakan sebaran responden.

Terlebih, massa mengambang memiliki kecenderungan terbawa oleh drama yang diciptakan tim sukses dan hasil survei dengan menjatuhkan pilihan pada tokoh yang memiliki kans menang.

Dengan kemungkinan demikian, mestinya floating mass menjadi penguat hasil survei, bukan sebaliknya.

Perlu didiskusikan lebih jauh apakah benar “kesalahan” itu semata akibat kurang tepatnya penerapan metodologi, semisal pada sebaran responden dan jenis pertanyaan atau ada unsur subjektif.

Sebab sudah berulang kali terjadi, sejak pertama diterapkan model pemilihan umum secara langsung di Indonesia, tokoh yang dimenangkan oleh survei, jeblok saat real count.

Ada juga partai yang selalu menduduki dasar “klasemen” dalam survei, malah mendapat lonjakan suara dibanding pemilu sebelumnya.

Artinya lembaga-lembaga survei yang sering “salah” itu, turut andil dalam menghambat lahirnya tokoh yang memahami persoalan dan memiliki solusi serta keberanian memperjuangkan cita-cita kemerdekaan, namun tidak “familiar” di mata lembaga survei.

Mengapa demikian? Sebab calon pemimpin, kecuali di level daerah yang memberi ruang adanya calon perseorangan, hanya bisa diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi batasan tertentu (electoral threshold).

Di sini kunci persoalannya. Mayoritas partai politik masih sangat pragmatis dalam mendukung dan mengusung kandidat dengan antara lain mengikuti nama-nama yang diglorifikasi lembaga survei dan media-media partisan.

Lemahnya institusi partai dalam melahirkan calon pemimpin dapat dicermati dalam isu-isu politik kekinian di mana nama-nama yang dijodohkan dengan partai atau koalisi partai tertentu tidak jauh dari nama-nama yang menguasai hasil survei.

Bahkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sudah mengkritisi munculnya wacana bajak-membajak tokoh dengan elektabilitas tinggi versi lembaga survei.

Jika terus dibiarkan, sangat mungkin pemimpin mendatang dihasilkan dari hasil polesan tim sukses, lembaga survei, buzzer dan partai politik yang tidak memiliki kemampuan dalam melahirkan kader-kader mumpuni.

Sungguh sangat disayangkan jika hal itu sampai terjadi.

Biaya pemilu puluhan triliun rupiah dihabiskan hanya untuk menghasilkan pemimpin yang tidak kredible, tidak memiliki rekam jejak prestasi sehingga tidak dapat digunakan untuk mengukur program kerjanya setelah duduk di Istana.

Media, lembaga survei, penggiat demokrasi, seniman, sastrawan, aktivis sosial, hingga mahasiswa berperan penting dalam upaya menyudahi rantai kepemimpinan yang dihasilkan dari pencitraan.

Sungguh ironi jika seruan penguatan dan peningkatan kualitas demokrasi, ternyata permisif bahkan mendukung calon pemimpin tanpa prestasi.

Saatnya kita dorong positive campaign dengan membeber prestasi tiap-tiap tokoh yang memiliki potensi menjadi pemimpin di masa mendatang agar masyarakat yang masih fanatik pada figur, memiliki keseimbangan alasan, second opinion, dalam menentukan pilihan.

Butuh proses untuk sampai pada demokrasi yang berkualitas. Tanpa keberanian untuk keluar dari politik pencitraan, prosesnya akan semakin lama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com