KESABARAN Zulkifli Hasan nampaknya terjawab melalui pengumuman resuffle Kabinet oleh Presiden Jokowi. Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut masuk dalam struktur kabinet pemerintahan Jokowi sebagai Menteri Perdagangan.
Bertempat di Istana Merdeka pada Rabu (15/6/2022), Presiden Jokowi melantik Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan menunjuk Zulkifli sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Muhammad Lutfi.
Sejak pemerintahan periode kedua Jokowi dimulai, PAN memang sudah menunjukkan tanda-tanda dukungan pada Jokowi, seiring dengan merenggangnya hubungan Jokowi dengan Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
Kecenderungan PAN sangat jelas, terutama dengan tidak beroposisi terhadap berbagai kebijakan kontroversi Jokowi layaknya Partai Keadilan Sejahtera, misalnya.
PAN bergeming atas UU Cipta Kerja yang banyak dikritisi publik dan mantap mendukung keputusan Jokowi untuk memindahkan Ibu Kota Negara ke Nusantara.
Kedekatan PAN dan penguasa Istana itu tentu bukan tanpa preseden. PAN nampaknya hanya mengikuti langkah pesaing Jokowi di Pilpres 2019 lalu, yakni Prabowo Subianto dan Partai Gerindra yang dikomandaninya.
Gerindra bahkan selamat dari gempa kasus Edhy Prabowo yang diciduk KPK beberapa waktu lalu. Dengan Edhy keluar dari kabinet, maka pintu untuk Sandiaga Uno terbuka.
Artinya, Gerindra tetap berhasil menyabet dua kursi kementerian, sekalipun Edhy Prabowo membuat kasus dan harus mendekam di penjara.
Kemudian, dengan mempererat kohesi politik dengan PAN dan Gerindra, artinya Jokowi berhasil menambal lubang politik yang menganga akibat kerenggangan Jokowi dengan Nasdem dan kian ambigunya dukungan politik dari PDIP akibat preferensi politik Jokowi kepada Ganjar Pranowo, bukan kepada Puan Maharani, yang digadang-gadang sebagai bakal calon presiden dari PDIP untuk 2024 nanti.
Sementara itu di sisi lain, di luar faktor sokongan politik (partai) yang memang tidak dimiliki oleh mantan Menperindag Muhammad Lutfi, juga ada pertimbangan kinerja yang mempercepat parkirnya PAN ke Istana, yakni buruknya performa Lutfi setahun terakhir.
Kemendag gagal membenahi tata kelola minyak goreng dan terbilang gagal menstabilisasi harganya.
Bahkan hingga hari ini, harga dan tata kelola komoditas minyak goreng masih dihantui ketidakpastian.
Ditambah pula dengan kasus korupsi yang menimpa salah satu petinggi di Kementerian Perdagangan (level Dirjen) terkait izin ekspor CPO belum lama ini.
Jadi, langkah PAN di satu sisi dan keputusan Jokowi untuk menggandeng PAN di sisi lain bukanlah hal baru dan aneh, tapi sangat masuk akal.
Tentu dengan konstelasi baru tersebut, Jokowi akan tetap mempunyai daya tawar politik yang mumpuni untuk menjaga stabilitas pemerintahan sampai 2024 nanti, terutama dari goncangan-goncangan politik praktis di internal koalisi.