JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menegaskan bahwa proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan suatu perkara dilakukan berdasarkan bukti yang kuat nyatanya kalah dalam kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Kasasi yang diajukan KPK terhadap pengusaha batu bara Samin Tan misalnya, ditolak MA dalam putusan digelar Kamis (9/6/2022) pekan lalu.
“Putus, tolak,” bunyi amar putusan yang dikutip dari situs web resmi MA, Senin (13/6/2022).
Baca juga: KPK Bakal Kaji Putusan Kasasi Samin Tan untuk Tentukan Langkah Hukum
Perkara tersebut bernomor 37/Pid.Sus-TPK/2021/PN.JKT.PST itu diputus oleh tiga hakim agung, yaitu Suharto, Ansori, dan Suhadi.
Putusan bebas MA terhadap Samin juga menguatkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (30/8/2021).
Dalam pandangan majelis hakim, Samin Tan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama dan kedua yang diajukan oleh jaksa penuntut umum KPK.
Adapun Samin didakwa telah memberi gratifikasi berupa uang sebesar Rp 5 miliar untuk anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih.
Uang itu diberikan untuk pengurusan PKP2B perusahaan miliknya, yakni PT Asmin Koalindo Tuhup, agar ditinjau kembali oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM).
PT Asmin Koalindo Tuhup merupakan anak perusahaan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal yang dimiliki Samin.
Majelis hakim beralasan, perbuatan pemberian gratifikasi belum diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Yang diatur adalah pegawai negeri atau penyelenggaraan negara yang dalam batas 30 hari tidak melaporkan ke KPK sesuai Pasal 12 B sehingga karena Eni Maulani tidak melaporkan gratifikasi maka diancam dalam Pasal 12 B,” ujar Ketua Majelis Hakim Panji Surono di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/8/2021)
Baca juga: Bebasnya Samin Tan, Pengusaha Batu Bara yang Pernah Buron
Menurut Majelis Hakim, UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bukan merupakan delik suap, melainkan delik gratifikasi.
Dengan demikian, ancaman pidana dibebankan pada penerima gratifikasi, atau bukan pada pemberinya.
“Menimbang karena belum diatur dalam peraturan perundangan maka dikaitkan dengan Pasal 1 Ayat (1) KUHAP, menyatakan pelaku perbuatan tidak akan dipidana kecuali dengan peraturan perundangan yang sudah ada,” sebut hakim Panji.
“Maka, ketentuan Pasal 12 B tidak ditujukan kepada pemberi sesuatu dan kepadanya tidak akan dimintakan pertanggungjawaban,” kata hakim.
Akan tetapi, di sisi lain, penerima gratifikasi akan dikenai ancaman pidana jika tidak melaporkan penerimaan gratifikasi itu pada KPK dalam waktu 30 hari.
Selain Samin Tan, MA juga menolak kasasi yang diajukan jaksa KPK dalam perkara suap mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono.
Dengan ditolaknya kasasi itu, Nurhadi maupun Rezky tidak dibebankan uang pengganti sebagaimana yang diminta oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
“Pidana pengganti dijatuhkan umumnya kalau ada kerugian keuangan negara. Dalam perkara ini tidak ada kerugian keuangan negara,” ujar Kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail kepada Kompas.com, Jumat (7/1/2022).
Baca juga: Kasasi Kasus Samin Tan Ditolak MA, Firli Bahuri: KPK Telah Berupaya Optimal
Kasasi tersebut diputuskan pada 24 Desember 2021 oleh hakim Surya Jaya, Sinintha Yuliansih Sibarani dan Desnayeti.
Berdasarkan putusan MA tersebut, Nurhadi dan Rezky tetap dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Maqdir mengatakan, Nurhadi mestinya divonis bebas karena suap yang diberikan oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto tidak terbukti.
“Pemberi suap tidak pernah mengakui memberi uang kepada Pak Nurhadi, begitu juga Pak Nurhadi tidak pernah terbukti menerima uang dari Hiendra,” kata dia.
Maqdir juga menampik adanya aliran dana melalui Rezky untuk penerimaan gratifikasi pada Nurhadi.
“Mengenai penerimaan gratifikasi yang tidak lapor, tidak ada saksi yang menerangkan bahwa uang yang mereka berikan pada Rezky untuk Pak Nurhadi karena mengurus perkara,” kata dia.
Baca juga: MA Tolak Kasasi KPK, Samin Tan Bebas
Dalam putusan pengadilan tingkat pertama, majelis hakim juga tidak menjatuhkan vonis pidana pengganti pada keduanya.
Putusan itu bertolak belakang dengan tuntutan jaksa JPU KPK yang meminta keduanya dikenakan pidana pengganti senilai total Rp 83,013 miliar.
KPK telah mengeksekusi Nurhadi dan Rezky ke Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada Kamis (6/1/2021).
Selain itu KPK, eksekusi juga dilakukan terhadap Hiendra ke Lapas Sukamiskin untuk menjalani pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.