JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah menteri dan tokoh yang dipanggil ke Istana Negara untuk menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (14/6/2022) semakin menegaskan wacana reshuffle kabinet perlahan semakin mendekati kenyataan.
Mereka yang dipanggil di antaranya Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, hingga Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.
Selain itu, mantan Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Sekretaris Dewan Pertimbangan Partai Solidaritas Indonesia Raja Juli Antoni, Wakil Ketua MPR sekaligus Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, serta Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra.
Terkait pemanggilan Zulkifli, dia digadang-gadang bakal diberi kursi di kabinet.
Baca juga: Isu Reshuffle Menguat, Nasdem: Siap Kurang, Siap Tetap, Siap Tambah
Kabar reshuffle Kabinet Indonesia Maju berulang kali mencuat sejak PAN memutuskan mendukung pemerintahan Jokowi pada akhir Agustus 2021 lalu. Namun, hingga kini, belum ada satu pun kader PAN yang duduk di kabinet.
Seluruh kewenangan terkait penyusunan dan perombakan kabinet sepenuhnya ada di tangan Presiden Jokowi. Jika dia mempertimbangkan untuk mengakomodasi PAN sebagai anggota koalisi supaya mendapat tempat di kabinet, maka hal itu menjadi wewenangnya.
Menurut Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro, jika wacana reshuffle benar-benar terjadi maka menurut dia Presiden seolah memang tengah mencari momen yang tepat. Apalagi jika nantinya PAN memang diberi tempat di kabinet.
Siti mengatakan, masyarakat nantinya akan menilai apakah dengan reshuffle membuat komposisi kabinet akan disesuaikan dengan kekuatan politik pendukung utama pemerintahan Jokowi, dan keberlangsungan dukungan politik ke depan.
Baca juga: Presiden Jokowi Panggil Ketum PAN ke Istana di Tengah Isu Reshuffle
Akan tetapi, kata Siti, jika Jokowi melakukan reshuffle semata-mata buat memberikan tempat kepada partai politik yang mendukungnya, maka alasannya menjadi sangat politis.
"Bila itu yang akan dilakukan, Jokowi sedang melakukan kalkulasi politik yang tak semata-mata didasari atas kepentingan memiliki menteri-menteri yang cakap dan tangkas melaksanakan tugas-tugas, tapi juga kepentingan politik untuk memelihara kekuasaan," ujar Siti saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/6/2022).
Menurut Siti, konteks politik juga menjadi pertimbangan serius reshuffle jika PAN akhirnya bergabung ke dalam pendukung kekuasaan.
Secara terpisah, pengamat politik Ray Rangkuti menilai seharusnya di sisa masa jabatannya Presiden Jokowi memperhitungkan program kerja yang harus dituntaskan, ketimbang memasukkan partai pendukung ke dalam kabinet melalui reshuffle.
"Sebab, komposisi yang ada saat ini saja sudah didominasi oleh anggota kabinet dari parpol. Dan kenyataannya, hanya merepotkan presiden dalam koordinasi," ujar Ray.
"Maka dalam hal ini, mengundang PAN masuk ke dalam kabinet bukanlah pilihan ideal. Baiknya presiden justru mengurangi kursi kabinet dari parpol dan menambah jumlah kursi kabinet non parpol," sambung Ray.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.