Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ronny P Sasmita
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution

Penikmat kopi yang nyambi jadi Pengamat Ekonomi

Para Capres Medioker, Silakan Perbanyak Lagi Baliho Anda!

Kompas.com - 14/06/2022, 10:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA waktu lalu ramai dibahas di dunia maya dan pelataran media sosial soal baliho sejumlah tokoh yang disebut sebagai capres (calon presiden) medioker (berelektabilitas sedang versi lembaga survei), seperti Puan Maharani, Airlangga Hartarto, dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Baliho-baliho mereka, yang tersebar di sejumlah tempat, disebut tidak berpengaruh terhadap elektabilitas para tokoh itu.

Ketika itu, setelah menimbang-nimbang dengan matang, saya putuskan untuk tidak ikut menyalahkan, tetapi merasa kasihan kepada Mbak Puan, Mas Airlangga, dan Cak Imin yang justru di-bully setelah memasang begitu banyak billboard dan baliho.

Jika dipikir-pikir, di mana salahnya? Aturan mana yang mereka langar? Toh baliho tidak dipajang di tengah jalan, yang pasti akan ditindak polisi. Tidak pula dipajang di depan pintu masuk pos polisi di pertigaan jalan atau dipasang di pintu masuk ruang gawat darurat rumah sakit, misalnya.

Baca juga: Waketum Golkar Akui Marak Baliho Airlangga untuk Kerek Popularitas

Setelah saya telisik, baik melalui postingan-postingan sinis di Facebook yang disertai foto baliho mereka, ternyata baliho dan billboard tersebut letaknya tidak aneh-aneh, hanya nangkring di sususan tiang-tiang besi yang boleh jadi pernah dipasangi iklan obat masuk angin, iklan rokok, iklan motor keluaran baru, atau mungkin iklan mantan calon anggota legislatif yang gagal memenuhi batas bawah satu kursi lalu jantungan, dan jenis iklan normal lainya.

Karena itulah saya berpikir bahwa para netizen dan kritikus sosial media yang mempersoalkan baliho dan billboard mereka agak kelewatan. Apalagi, Mbak Puan, Mas Airlangga, atau Cak Imin adalah politisi papan atas, yang kalau tidak mencalonkan menjadi “sesuatu” malah berpeluang dikira sebagai calon pelamar kerja ojek dan taksi online.

Artinya, mereka lebih memiliki justifikasi logis, filosofis, dan etis untuk memamerkan diri, berpose macam-macam di ruang publik yang sah, agar bisa menuai apa yang disyaratkan oleh para punggawa lembaga survei, yakni popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitas.

Salah satu cara untuk memperoleh itu semua tentu dengan beriklan (memasang alat peraga), setidaknya begitu kata para pakar marketing.

Lihat hari ini, orang mau jualan saja sudah jauh lebih mudah karena banyak platform digital alias marketplace yang tersedia. Politisi yang sejatinya jualan janji tentu boleh juga obral janji ini itu atau tebar pesan itu itu via berbagai saluran komunikasi yang ada. Sayangnya platform digital semacam itu baru untuk dunia bisnis dan wiraswasta. Coba kalau ada platform digital atau marketplace untuk orang-orang seperti Mbak Puan, Mas Airlangga, dan Cak Imin, pasti akan lebih seru lagi.

Ya semacam marketplace politik tempat para politisi, aktivis, akademisi, dan kritikus, saling jual beli ide baik untuk diramu menjadi bahan dan bumbu kampanye, atau untuk menjadi kebijakan.

Akun berbayar pastinya buat politisi yang pasang iklan, yang harganya dihitung berdasarkan tingkat klik dan sharibility. Pasti banyak calon pemilih yang bakal buka akun tanpa harus melewati simpangan jalan raya dulu, secara jumlah (1) kampret dan (2) cebong, plus (3) kampret kecebong-cebongan, dan (4) cebong kekampret-kampretan, mendekati jumlah seluruh pemilih nasional.

Gambar Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hertanto terpasang di 24 Kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan sebagai bakal calon Presiden Ri pada pemilihan 2024 mendatang.KOMPAS.COM/HENDRA CIPTO Gambar Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hertanto terpasang di 24 Kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan sebagai bakal calon Presiden Ri pada pemilihan 2024 mendatang.
Mereka di mana-mana ada, di paltform sosial media apapun ada. Karena itu saya yakin yang akan mendaftar banyak, sebanyak empat kategori konsumen politik itu.

Sayangnya para technopreneur-technopreneur milenial kebangaan bangsa Indonesia kita lebih senang membuat platform bisnis, lalu menerbitkan seri A, B, C, D dan Z, sampai ludes saham pendirinya, lalu masuk bursa saham, dibanting sana sini oleh macan-macam pelaku pasar modal, sampai yang tersisa hanya rasa bangga saja, rasa bangga yang justru makin perih di dada jika melihat komposisi kepemilikan sahamnya.

Jadi biar tak perih di dada karena saham dicuri kapital ventura dari luar sana, maka platform digital untuk politik harus disponsori negara, di kelola lembaga usaha independen dan dikontrol publik, agar algoritmanya tidak diselewengkan untuk salah satu politisi besar atau investor besar luar.

Perbanyak baliho dan pakai UMK lokal

Tapi ya sudahlah, mimpi saya keterlaluan juga. Kita kembali ke judul saja. Saya ingin memberi semangat dan dukungan untuk ketiga nama yang saya sebutkan tadi. Saya ingin mengatakan, Mbak Puan, Mas Airlangga dan Cak Imin, jangan dengarkan ocehan orang-orang yang tak ikut membayar pajak billboard dan baliho anda. Perbanyaklah, sebanyak-banyak yang mampu anda pasang.

Selama tidak melanggar aturan, selama terbukti bukan dari uang korupsi, dan selama membayar pajak sesuai aturan yang ada, maka lanjutkan sepuas-puasnya. Jangan mau kalah dengan iklan toko online yang menjual tiket perjalanan Cengkareng-Srengseng pulang pergi, atau iklan rokok yang justru memperlihatkan dada orang berlubang, atau iklan tukang pijat tunanetra di batang pohon tepi jalan raya.

Saran saya, lebarkan sampai ke setiap kabupaten kota se Indonesia, kalau perlu ke setiap kecamatan. Jangan lupa di Hong Kong, Singapura, Taiwan, Arab Saudi, yang juga banyak pemilih TKI-nya, walaupun prioritas saran saya di ranah domestik saja.

Tapi saran saya ada syaratnya. Proyek baliho dan bilboardnya harus dipastikan diberikan kepada pengusaha periklanan tingkat lokal di mana billboard dan baliho akan dipasang, yakni UMKM periklanan lokal. Saya yakin, para pekerjanya nyaris semuanya adalah orang yang terimbas pandemi Covid-19, yang berani memanjat tiang besi billboard di tengah malam atau memangku kayu atau bambu untuk memasang baliho beberapa jam menjelang subuh.

Desainer grafisnya pun biasanya anak-anak IT atau jago desain kelas menengah di daerah. Dan tak lupa, usaha iklannya berkategori UMKM (kecil dan sedang) yang pemiliknya paling banter bermobil avanza kreditan tiga tahun, yang mengap-mengap bisnisnya kalau pesanan baliho dan billboard tak datang dalam beberapa bulan.

Apalagi, pemda-pemda dipastikan membutuhkan orang-orang seperti anda, Mbak, Mas, dan Cak, yang membayar pajak iklan. Pemda-pemda kalau tidak "mengemis" ke pusat (APBN), ya paling banter mantengin uang masuk di tabel keuntungan RSUD dan BUMD, mulai dari BUMD pasar yang memungut retribusi sampai BUMD kelas elite berupa bank daerah, PDAM, pengelola tempat wisata.

Jadi di mata pemda dan pemkot, pajak iklan kalian akan sangat lumayan bermakna untuk menambah pendapatan asli daerah. Untuk itu, mulai sekarang, saya kira pemda-pemda dan pemkot mulailah mengeluarkan regulasi dan insentif kemudahan bagi iklan-iklan politisi. Potongan pajak sekian persen. Kalau memakai bahasa daerah dapat tambahan potongan pajak sekian persen.

Sekali lagi, perbanyaklah sebanyak-banyaknya. Pasti anda paham dengan kata sebanyak-banyaknya, alias tak terbatas. Demi kebaikan orang banyak loh.

Tapi saya ingatkan lagi, asal dananya harus jelas, tidak dari dana korupsi. Untuk membuktikannya, nanti harus siap diaudit. Bagi saya, asal dana dari sponsor tak masalah. Wong politisi dapat duit dari mana toh kalau bukan dari bisnis rente atau korupsi ya dari sponsor, ya kan! Jadi, daripada dana korupsi, ya mending dari sponsor, asal patuh pada aturan dana sponsor yang ada di dalam UU.

Di Amerika, negara kampium demokrasi, begitu cara mainya. Kalau tak tebal saku tapi popular, ya cari sponsor, tapi semuanya terang-benderang asal usul danaya nanti saat informasi Tax Return-nya diumumkan. Publik kemudian bisa membaca dan mencermati isinya.

Oh ya satu lagi, mohon pesan iklannya jangan monoton begitu. Makanya saya bilang, serahkan kepada usaha periklanan lokal semuanya, termasuk isinya. Mereka kreatif-kreatif kok, apalagi jika hanya dibanding isi pesan billboard dan baliho kalian itu. Misalnya pertimbangkan pesan protoko kesehatan (prokes) Covid-19 misalnya, biar lebih fungsonal billboard “segede” gaban itu.

Atau menggunakan kebijaksanaan lokal sebagai instrumen penyampaian pesanya. (Walaupun saya sendiri bingung dengan istilah kebijaksaan lokal. Aneh, kebijaksanaan kok lokal toh. Kebijaksanaan ya mestinya universal, wong namanya saja kebijaksanaan, masa lokal dan parsial. Bukan kebijakaan dong kalau begitu).

Terima kenyataan kalau tak terpilih

Last but not least, Mbak Puan, Mas Airlangga, dan Cak Imin, jangan dengarkan nyinyiran orang-orang. Mereka hanya netizen kurang pekerjaan dan pasti bukan pemilih anda. Semoga orang-orang yang mengerjakan baliho dan billboard anda, beserta karyawannya, keluarganya, tetangganya, besan-besannya, memilih anda nanti.

Kalau mereka ternyata tidak memilih juga, ya terima saja. Kalian toh orang baik, pasti siap menerima. Orang yang bersedia memasang iklan di semua lini, memberi pekerjaan kepada banyak orang dan memberi pajak kepada pemda-pemda, kurang baik apa coba. Jadi jika tetap tak dipilih, tetaplah semangat berikhtiar dan jangan berhenti belajar untuk ikhlas mererima apapun hasilnya. Karena kalian orang baik toh! Iya kan saja. Jadi teruslah berbuat baik dengan beriklan di setiap tikungan. Saya dukung. Kalau kalah, ya ikhlaskan. Namanya berbuat baik, tak boleh pamrih toh!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com