Saran saya, lebarkan sampai ke setiap kabupaten kota se Indonesia, kalau perlu ke setiap kecamatan. Jangan lupa di Hong Kong, Singapura, Taiwan, Arab Saudi, yang juga banyak pemilih TKI-nya, walaupun prioritas saran saya di ranah domestik saja.
Tapi saran saya ada syaratnya. Proyek baliho dan bilboardnya harus dipastikan diberikan kepada pengusaha periklanan tingkat lokal di mana billboard dan baliho akan dipasang, yakni UMKM periklanan lokal. Saya yakin, para pekerjanya nyaris semuanya adalah orang yang terimbas pandemi Covid-19, yang berani memanjat tiang besi billboard di tengah malam atau memangku kayu atau bambu untuk memasang baliho beberapa jam menjelang subuh.
Desainer grafisnya pun biasanya anak-anak IT atau jago desain kelas menengah di daerah. Dan tak lupa, usaha iklannya berkategori UMKM (kecil dan sedang) yang pemiliknya paling banter bermobil avanza kreditan tiga tahun, yang mengap-mengap bisnisnya kalau pesanan baliho dan billboard tak datang dalam beberapa bulan.
Apalagi, pemda-pemda dipastikan membutuhkan orang-orang seperti anda, Mbak, Mas, dan Cak, yang membayar pajak iklan. Pemda-pemda kalau tidak "mengemis" ke pusat (APBN), ya paling banter mantengin uang masuk di tabel keuntungan RSUD dan BUMD, mulai dari BUMD pasar yang memungut retribusi sampai BUMD kelas elite berupa bank daerah, PDAM, pengelola tempat wisata.
Jadi di mata pemda dan pemkot, pajak iklan kalian akan sangat lumayan bermakna untuk menambah pendapatan asli daerah. Untuk itu, mulai sekarang, saya kira pemda-pemda dan pemkot mulailah mengeluarkan regulasi dan insentif kemudahan bagi iklan-iklan politisi. Potongan pajak sekian persen. Kalau memakai bahasa daerah dapat tambahan potongan pajak sekian persen.
Sekali lagi, perbanyaklah sebanyak-banyaknya. Pasti anda paham dengan kata sebanyak-banyaknya, alias tak terbatas. Demi kebaikan orang banyak loh.
Tapi saya ingatkan lagi, asal dananya harus jelas, tidak dari dana korupsi. Untuk membuktikannya, nanti harus siap diaudit. Bagi saya, asal dana dari sponsor tak masalah. Wong politisi dapat duit dari mana toh kalau bukan dari bisnis rente atau korupsi ya dari sponsor, ya kan! Jadi, daripada dana korupsi, ya mending dari sponsor, asal patuh pada aturan dana sponsor yang ada di dalam UU.
Di Amerika, negara kampium demokrasi, begitu cara mainya. Kalau tak tebal saku tapi popular, ya cari sponsor, tapi semuanya terang-benderang asal usul danaya nanti saat informasi Tax Return-nya diumumkan. Publik kemudian bisa membaca dan mencermati isinya.
Oh ya satu lagi, mohon pesan iklannya jangan monoton begitu. Makanya saya bilang, serahkan kepada usaha periklanan lokal semuanya, termasuk isinya. Mereka kreatif-kreatif kok, apalagi jika hanya dibanding isi pesan billboard dan baliho kalian itu. Misalnya pertimbangkan pesan protoko kesehatan (prokes) Covid-19 misalnya, biar lebih fungsonal billboard “segede” gaban itu.
Atau menggunakan kebijaksanaan lokal sebagai instrumen penyampaian pesanya. (Walaupun saya sendiri bingung dengan istilah kebijaksaan lokal. Aneh, kebijaksanaan kok lokal toh. Kebijaksanaan ya mestinya universal, wong namanya saja kebijaksanaan, masa lokal dan parsial. Bukan kebijakaan dong kalau begitu).
Last but not least, Mbak Puan, Mas Airlangga, dan Cak Imin, jangan dengarkan nyinyiran orang-orang. Mereka hanya netizen kurang pekerjaan dan pasti bukan pemilih anda. Semoga orang-orang yang mengerjakan baliho dan billboard anda, beserta karyawannya, keluarganya, tetangganya, besan-besannya, memilih anda nanti.
Kalau mereka ternyata tidak memilih juga, ya terima saja. Kalian toh orang baik, pasti siap menerima. Orang yang bersedia memasang iklan di semua lini, memberi pekerjaan kepada banyak orang dan memberi pajak kepada pemda-pemda, kurang baik apa coba. Jadi jika tetap tak dipilih, tetaplah semangat berikhtiar dan jangan berhenti belajar untuk ikhlas mererima apapun hasilnya. Karena kalian orang baik toh! Iya kan saja. Jadi teruslah berbuat baik dengan beriklan di setiap tikungan. Saya dukung. Kalau kalah, ya ikhlaskan. Namanya berbuat baik, tak boleh pamrih toh!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.