JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Partai Buruh mengungkapkan bahwa partainya bakal menginisiasi aksi unjuk rasa di Jakarta pada 15 Juni 2022.
"10.000 buruh akan ada aksi di DPR," kata Said kepada wartawan selepas beraudiensi dengan komisioner KPU RI, Kamis (9/6/2022).
Said mengatakan bahwa ada 3 tuntutan yang dibawa dalam aksi unjuk rasa tersebut.
"Pertama, tolak Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) yang baru saja disahkan," ujar Said.
Baca juga: Dianggap Rugikan Pendatang Baru, Partai Buruh Protes KPU Sepakati Kampanye 2024 Hanya 75 Hari
Ia menilai, UU PPP yang revisinya baru saja dirampungkan secara kilat di parlemen beberapa waktu lalu itu hanyalah akal-akalan politik untuk menjustifikasi Omnibus Law Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.
"Kedua, tolak Omnibus Law Cipta Kerja yang merugikan seluruh rakyat Indonesia," tambah Said.
"Ketiga, tolak kesepakatan masa kampanye 75 hari," ujarnya.
Said cs menilai bahwa masa kampanye 75 hari melanggar Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca juga: Kamis, Partai Buruh Akan Sambangi KPU Minta Audiensi soal Aturan Pemilu
Menurut tafsir mereka, masa kampanye seharusnya berlangsung 9 bulan kurang 3 hari, merujuk pada Pasal 247 dan Pasal 276 undang-undang itu.
"Sembilan bulan itu sudah dipikirkan oleh semua yang terlibat dalam proses pembuatan undang-undang, cukup bagi partai parlemen, bagi partai nonparlemen, bagi partai baru. Sekarang tiba-tiba dibuat kesepakatan, lebih tinggi undang-undang atau kesepakatan?" kata Said.
Alasan kedua, Said menilai bahwa KPU seharusnya independen dan tak membutuhkan persetujuan dengan DPR soal masa kampanye.
Alasan ketiga, keadaan ini dianggap bakal memberatkan partai-partai nonparlemen dan partai baru seperti Partai Buruh.
Baca juga: Partai Buruh Kembali Beraksi, Akan Uji UU ke MK hingga Rencana Unjuk Rasa
Said menduga ada tekanan dari partai-partai politik di dalam parlemen agar tidak tergusur oleh partai lain pada Pemilu 2024. Salah satunya, dengan memastikan partai-partai nonparlemen seperti Partai Buruh tidak memiliki waktu yang memadai untuk berkampanye.
"DPR kan representasi dan akan jadi peserta pemilu juga, kenapa harus bersepatkat dengan peserta pemilu? Bagaimana dengan peserta pemilu yang nonparlemen, bagaimana peserta yang baru seperti Partai Buruh?" kata Said.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.