Menurut I-tsing, biksu yang antara lain mendalami agama Buddha di Indonesia, ilmu agama yang dipelajari di Nalanda pun tak cuma Buddha.
Baca juga: Soekarno, BPUPK, Wasiat Hatta, dan Naskah Pidato Lahirnya Pancasila
Nah, apa kaitannya dengan Indonesia?
I-tsing kembali menjadi penghubung fakta Nalanda dan Indonesia. Bagi I-tsing yang adalah pembelajar ini, India ya Nalanda.
Lalu, Indonesia pada saat itu bagi I-tsing adalah wilayah kekuasaan Sriwijaya. Dia belajar di Universitas Sriwijaya pada masanya.
Sudjoko lagi-lagi mengkritik pendapat yang menyebut kampus I-tsing itu semata tempat pembelajaran agama Buddha.
"Mentang-mentang I-tsing menyebutnya sebagai pusat kajian Buddhisme di kepulauan selatan, kita lalu menyangka bahwa di kampus Sriwijaya itu cuma bisa dipelajari agama," tulis Sudjoko.
Baca juga: I-Tsing, Biksu China yang Memperdalam Agama Buddha di Sriwijaya
Padahal, lanjut Sudjoko, I-tsing pun jelas-jelas menuliskan pula di catatannya bahwa kampus tersebut ada lebih dari seribu bikhu—penyebutan lain untuk biksu berdasarkan aliran dalam ajaran agama Buddha—yang jiwanya dipusatkan pada ilmu dan amal.
"Mereka meneliti dan memperbincangkan segala macam ilmu, sama seperti di India...," tulis Sudjoko mengutip kelanjutan catatan I-tsing.
Kembali ke fakta bahwa Indonesia dalam versi apa pun sebelum menggunakan nama ini merupakan sesuatu yang besar bahkan sebelum Borobudur ada, Sudjoko mencuplikkan pula gambaran pengelana yang menyambangi kawasan ini pada 414.
Bersamaan dengan perkiraan waktu berdirinya kampus di Nalanda, ada pengelana bernama Fahien yang terdampar di Pulau Jawa. OK, Fahien lupa menulis soal ekonomi wilayah ini karena terlalu dongkol—sebut Sudjoko—dengan musibah yang dia alami.
Baca juga: Tradisi Waisak di Ngroto Sumogawe: Dari Sungkeman, Kenduren, sampai Lebaran Waisak
Namun, lanjut Sudjoko, ada kitab-kitab seperti wangsa Liang (berkuasa pada kurun 502-556) dan T'ang (618-906) menyebut wilayah yang kini bernama Indonesia sebagai kaya raya dan gemerlapan.
Bahkan, tutur Sudjoko, Prof Jam Romein dalam Geschiedenis der Mensheid jilid II halaman 428 menyatakan bahwa wilayah Kerajaan Kediri pada abad ke-12 merupakan yang terkaya sedunia. Na het Arabische kalifaat het rijkste land ter wereld.
Padahal, seberapakah wilayah Kerajaan Kediri?
Pengagum Sosrokartono—kakak Kartini yang "hilang" dari referensi dan literatur Indonesia—ini menggelitik mentalitas kita dalam memandang identitas dan kapasitas diri sendiri.
Bukan semata bernostalgia atas gemilang masa silam, Sudjoko mengajak kita untuk lebih tinggi memaknai akar dan kemampuan bangsa.