JAKARTA, KOMPAS.com - Sabtu, 26 Januari 2008 malam, Dicky Sondani yang saat itu masih berpangkat Komisaris Polisi kembali ke kantornya di Polsek Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Dia hendak melepas lelah setelah seharian siaga di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) yang jaraknya tidak jauh dari kantornya.
Sebagai Kepala Kepolisian Sektor Kebayoran Baru ketika itu, dia merupakan penanggung jawab keamanan di RSPP, tempat Soeharto dirawat.
Saat itu kondisi kesehatan Soeharto menurun. Namun, malam Minggu itu Dicky bisa sedikit bernapas lega.
"Sebab, saya habis ketemu dokternya Pak Harto. Dia bilang kondisi Pak Harto meningkat dan semakin baik. Bahkan dia memperkirakan hari Selasa itu sudah bisa duduk bagus," tutur Dicky saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (26/1/2016) malam.
Baca juga: Luka di Kedung Ombo dan Tiada Maaf bagi Soeharto...
"Dokternya bercanda sama saya, besoknya kan hari Minggu, kalau begitu kita bisa istirahat, bisa kumpul-kumpul bersama keluarga, ya bisa memaksimalkan hari Minggu-lah," lanjut Dicky.
Akan tetapi, Dicky tetap memilih tidak pulang ke rumah dan memutuskan tidur di kantor.
Pada pagi keesokan hari, istri Dicky datang ke kantor. Dia hendak mengajak sang suami pergi ke pesta pernikahan saudaranya.
Lantaran merasa yakin akan kondisi Soeharto yang disebut dokter mulai membaik, Dicky kemudian mengiyakan ajakan sang istri. Dia lantas mengganti baju dinas dengan kemeja batik berlengan panjang.
Tidak lama setelah mengganti pakaian, ponselnya berdering. Ternyata yang menghubungi adalah seorang dokter kepresidenan.
Sang dokter menyampaikan kondisi Pak Harto memburuk. Dicky lantas buru-buru kembali mengenakan baju dinas.
Baca juga: Momen Saat Soeharto Sempat Kritik Pers Indonesia soal Etika
"Wah, baju batik saya buka lagi. Saya minta maaf ke istri kalau saya enggak bisa ikut ke kondangan. Untungnya, istri saya memahami dan tidak menuntut banyak. Saya langsung meluncur lagi ke RSPP," ujar Dicky.
Dicky tiba di RSPP pukul 10.00 WIB. Dia langsung masuk dan menemui dokter kepresidenan. Menurut dokter, kondisi Pak Harto terus memburuk, bahkan wafatnya Sang Jenderal Tersenyum itu tinggal menunggu waktu.
"Saya ingat sekali saya lima kali bolak-balik, keluar masuk rumah sakit. Nah, pas masuk ke rumah sakit yang terakhir, dokter menyatakan bahwa Pak Harto sudah meninggal dunia," ucap Dicky.
Dicky kemudian keluar dari rumah sakit buat mempersiapkan personel pengamanan tambahan. Dia juga berkoordinasi dengan TNI yang turut mengirimkan pasukan.
Saat itu, Dicky adalah perwira polisi dengan pangkat tertinggi yang berada di RSPP.
Gerak-gerik Dicky yang mendadak sibuk terpantau puluhan awak media yang menunggu di rumah sakit. Dicky merasa para wartawan curiga dirinya sibuk berkoordinasi melalui radio komunikasi (handy talkie).
Baca juga: Kisah Cinta Soeharto-Ibu Tien, Perjodohan, dan Kesedihan di TMII
"Mungkin ada sekitar 100 wartawan tiba-tiba mengerubuti saya, bertanya, ada apa Pak? Kok ada personel tambahan segala. Ya, saya jujur saja. Saya bilang, Pak Harto meninggal dunia pukul 13.10 WIB. Saya tidak bisa membohongi publik saat itu. Karena memang saya tahu dari dokternya langsung," ujar Dicky.
Dicky mengatakan, semua terjadi demikian cepat. Kabar duka mantan presiden yang telah berkuasa selama 32 tahun itu pun bukan datang dari keluarga atau bahkan petinggi negeri, melainkan dari mulut seorang Kepala Polsek Kebayoran Baru berpangkat komisaris polisi.
Aksinya itu pun tidak lantas membuat dirinya kena teguran dari keluarga atau atasannya. Tidak juga ada apresiasi. Karier dan kehidupan selanjutnya berjalan apa adanya.
Dicky merefleksikan pengalamannya tersebut sebagai bagian dari jalan hidup yang memang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa.
"Jujur, momen itu sungguh di luar naluri saya sebagai perwira Polri. Harusnya yang menyampaikan itu ya tingkat yang lebih tinggi. Minimal jenderallah. Kalau di sana ada Dandim, Pangdam, atau Panglima TNI, harusnya mereka yang mengumumkan. Tetapi, situasi saat itu ya mengharuskan saya begitu," ujar Dicky.
Baca juga: Perjalanan Rahasia Soeharto: Menginap di Rumah Warga hingga Bekal Beras dan Tempe
"Setelah mengumumkan pertama kali Pak Harto ke wartawan, saya sempat enggak percaya. Apa enggak salah ini saya ngomong begini? Tetapi, sekarang saya menganggap bahwa sepertinya saat itu memang sudah diatur Tuhan Yang Maha Esa," lanjut Dicky.
"Momen itu saya anggap menjadi bagian perjalanan hidup saya sebagai perwira polisi," ucap Dicky.
Karena berpengalaman di bidang lalu lintas, Dicky berdinas sebagai Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Aceh sejak 21 Oktober 2019 dan telah berpangkat Komisaris Besar (Kombes).
(Penulis : Fabian Januarius Kuwado | Editor: Sandro Gatra)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.