Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi I Sebut Tak Pernah Ada Laporan Pembelian Mortir, BIN Diminta Menjelaskan

Kompas.com - 07/06/2022, 12:13 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah anggota Komisi I DPR mengaku tidak mengetahui soal dugaan pengadaan mortir oleh Badan Intelijen Negara (BIN).

Adapun kabar ini pertama kali dilaporkan oleh Reuters yang mendapat laporan dari kelompok pemantau senjata. Beberapa mortir yang berasal dari Serbia itu disebut bahkan digunakan dalam serangan di delapan desa di Papua.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Dave Laksono menyatakan, sejauh ini tidak ada pengadaan mortir yang disampaikan BIN kepada DPR.

"Enggak ada mas. Tidak pernah BIN menyampaikan bahwa ada pembelian senjata seperti itu," kata Dave saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/6/2022).

Baca juga: BIN Dilaporkan Pakai Mortir dari Serbia untuk Papua

Lebih lanjut, Dave menuturkan bahwa pihaknya bakal menindaklanjuti laporan dari Reuters itu dalam rapat selanjutnya bersama BIN.

Adapun rapat tersebut, jelas Dave, untuk meminta penjelasan kepada BIN terkait laporan soal dugaan pengadaan mortir.

"Kita akan bahas di kesempatan berikutnya. Pastinya (meminta penjelasan)," tuturnya.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Sukamta mempertanyakan dugaan pengadaan mortir oleh BIN.

Sebab, menurutnya tidak mungkin BIN membeli atau bahkan menggunakan senjata tersebut.

"Masak BIN pakai mortir? Kan enggak punya pasukan mas?," ujar Sukamta saat dihubungi.

Untuk itu, dia meminta pihak yang menerima laporan itu mencari informasi lebih detail terkait klaim penggunaan mortir oleh BIN.

Baca juga: BIN Resmikan 2 Fasilitas Berteknologi Canggih, Smart Campus STIN dan Medical Intelligence

Sebelumnya diberitakan, hampir 2.500 mortir dari Serbia yang dibeli untuk badan mata-mata Indonesia tahun lalu dimodifikasi untuk dijatuhkan dari udara.

Menurut laporan dari kelompok pemantau senjata dan foto yang diberikan pada Reuters, beberapa mortir bahkan digunakan dalam serangan di delapan desa di Papua.

Dugaan pengadaan mortir oleh BIN, menurut tiga anggotanya pada Reuters, juga tidak diungkapkan kepada komite pengawasan DPR yang menyetujui anggarannya.

Kelompok pemantau yang berbasis di London, Conflict Armament Research (CAR), mengatakan mortir diproduksi pembuat senjata milik negara Serbia Krusik dan kemudian dimodifikasi untuk dijatuhkan dari udara, bukannya ditembakkan dari tabung mortir.

Dikatakan senjata yang dikirim ke BIN juga termasuk 3.000 inisiator elektronik dan tiga perangkat pengatur waktu yang biasanya digunakan untuk meledakkan bahan peledak.

Baca juga: MK: Kepala BIN Sulteng Diperbolehkan Jadi Pj Bupati Seram Bagian Barat

Reuters tidak dapat secara independen mengonfirmasi aspek-aspek tertentu dari laporan CAR, termasuk apakah BIN telah menerima kiriman tersebut.

Reuters juga tidak dapat menentukan siapa yang mengizinkan pembelian amunisi atau siapa yang menggunakannya di Papua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Nasional
Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Nasional
Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Nasional
Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Nasional
Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Nasional
Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah 'Clear', Diserahkan pada Ketua Umum

Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah "Clear", Diserahkan pada Ketua Umum

Nasional
Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Nasional
Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal 'Drop' di Yordania

Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal "Drop" di Yordania

Nasional
RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

Nasional
Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Nasional
Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Nasional
Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Nasional
Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Nasional
Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Nasional
Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com