Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yulian Gunhar
Anggota DPR

Yulian Gunhar adalah politisi Indonesia yang telah menjabat sebagai anggota DPR-RI, dari Fraksi PDI Perjuangan, selama dua periode (2014–2019 dan 2019–2024), mewakili daerah pemilihan Sumatera Selatan II.

Saat ini, ia dipercaya menjadi anggota Komisi VII yang menangani masalah energi, pertambangan, lingkungan, dll.

Mewaspadai Operasi Penggiringan Opini Oligarki-Kapitalis terhadap Sosok Capres

Kompas.com - 07/06/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ketika waktu 20 bulan menjelang pemilu saja belum tercapai, para menteri sudah sibuk membangun kekuatan menuju Pilpres 2024.

Pertanyaannya, bagaimana hasil kinerja mereka nantinya jika tidak fokus bekerja sebagai pembantu Presiden?

Demi memelihara agenda dan kepentingan, para oligarki-kapitalis tentu saja akan berupaya terus mencengkram kekuasaan.

Salah satunya dengan menciptakan capres yang sesuai dengan kepentingan mereka di 2024. Capres yang menjadi ‘boneka’ untuk dikendalikan.

Agar jika berkuasa nanti, mau mendukung kepentingan oligarki dalam mengeruk sumber kekayaan di negeri ini.

Apalagi tidak sulit bagi mereka melakukan operasi mindset, di tengah kondisi masyarakat saat ini yang tengah pasif dan tak peduli terhadap berbagai perubahan yang terjadi di sekelilingnya.

Demi memuluskan jalan tokoh yang layak digadang sebagai capres di 2024, kaum oligarki-kapitalis bisa saja menggunakan beberapa instrument, seperti lembaga survei, media, dan buzzer, untuk memborbardir pikiran publik, seakan yang disampaikan sebuah kebenaran yang harus dipercaya.

Karena di dalam operasi mindset, yang diserang adalah pikirannya, bukan lagi berbentuk ancaman fisik.

Pertama, lembaga survei. Di negara-negara demokrasi, kehadiran lembaga survei bisa menjadi alat merekam opini publik yang efektif.

Namun sebagai sebuah instrumen ilmiah, survei terkadang tidak bebas kepentingan. Apalagi jika antara pollser dan konsultan politik sudah menyatu, seperti halnya yang terjadi di Indonesia.

Kerja operasi mindset melalui lembaga survei belakangan ini sudah terlihat, ketika berbagai lembaga survei 'berlomba' mengeluarkan temuan terkait kandidat capres di 2024.

Terhadap lembaga survei, kita seharusnya bisa menuntut data yang mampu dipertanggungjawabkan, dari sisi transparansi, dan dari mana dana pelaksanaan survei yang tidak murah itu.

Serta apa pula maksud dan tujuan dilakukan survei, ketika Pemilu 2024 masih relatif lama?

Hasil survei terkait Pilpres 2024 yang ramai dirilis belakangan ini, bisa dikatakan masih sangat prematur.

Maka jangan heran jika banyak orang menduga ada unsur politis di balik hasil-hasil survei tersebut, sebagai upaya penggiringan opini, agar terekam di mindset publik bahwa hanya tokoh-tokoh tertentu saja yang layak maju sebagai capres di 2024, berbekal popularitas dan elektabilitas yang bisa saja diciptakan.

Kedua, framing media. Di negara demokrasi, kehadiran media dianggap sebagai pilar yang keempat, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatf.

Mereka diharapkan menjadi anjing penjaga (watch dog), yang mengawasi jalan kekuasaan agar tidak menyimpang.

Sayangnya, di era industri informasi ini adakalanya media terjebak sebagai entitas bisnis semata.

Apalagi jika kepemilikan media sudah berkelindan dengan para oligarki-kapitalis yang mengendalikan kekuasaan.

Dengan penguasaan terhadap media, membuat para oligarki dengan leluasa membentuk framing mengenai siapa saja yang layak dan tidak layak menjadi pemimpin negeri ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Sebut Susunan Kabinet Prabowo Akan Dibahas Usai Gugatan di MK Selesai

PAN Sebut Susunan Kabinet Prabowo Akan Dibahas Usai Gugatan di MK Selesai

Nasional
DPR RI Resmi Sahkan RUU Desa Menjadi UU, Jabatan Kades Kini Jadi 8 Tahun

DPR RI Resmi Sahkan RUU Desa Menjadi UU, Jabatan Kades Kini Jadi 8 Tahun

Nasional
Menko Polhukam Akan Bentuk Tim Tangani Kasus TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Menko Polhukam Akan Bentuk Tim Tangani Kasus TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
PAN Yakin Prabowo-Gibran Bakal Bangun Kabinet Zaken

PAN Yakin Prabowo-Gibran Bakal Bangun Kabinet Zaken

Nasional
Puan Lantik 3 Srikandi Anggota PAW dari Fraksi P-Nasdem, PPP, dan PKB

Puan Lantik 3 Srikandi Anggota PAW dari Fraksi P-Nasdem, PPP, dan PKB

Nasional
Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Nasional
Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Nasional
Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Nasional
DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

Nasional
Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Nasional
Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Nasional
Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Nasional
Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-'bully'

Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-"bully"

Nasional
Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com