JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota tim pemeriksa pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Wawan Ridwan menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terkait dugaan korupsi penerimaan suap dan gratifikasi.
Ia mengaku telah menyesali perbuatannya dan ingin hidup tenang bersama keluarga.
“Di penghujung usia menjelang pensiun seharusnya saya menikmati dengan tenang berkumpul bersama istri, anak dan cucu saya,” sebut Wawan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/6/2022).
Sebelumnya, JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Wawan agar dijatuhi pidana penjara selama 10 tahun.
Jaksa menyatakan Wawan terbukti menerima suap senilai Rp 6,4 miliar dan gratifikasi sebesar Rp 2,4 miliar.
Ia pun disebut jaksa turut melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Di hadapan majelis hakim, Wawan meminta maaf atas perbuatannya dan meminta keringanan hukuman.
“Saya mohon kepada majelis hakim yang mulia, agar memberikan kesempatan sekali lagi kepada saya untuk memperbaiki diri dan mawas diri,” kata dia.
“Sehingga dapat kembali berkumpul secepatnya bersama keluarga saya,” jelasnya.
Namun Wawan tak mengakui tudingan jaksa yang menyebut dirinya melakukan pencucian uang dengan menggunakan rekening Bank Mandiri milik anaknya yaitu Muhammad Farsha Kautsar.
Ia mengeklaim tak mengetahui asal muasal isi rekening Farsha senilai Rp 8,8 miliar karena tidak tinggal satu rumah.
“Saya tidak pernah tahu apa yang dilakukan anak saya, kami jarang bertemu, anak saya kuliah di Yogyakarta, tinggal di rumah kos,” tutupnya.
Sebagai informasi jaksa menuturkan Wawan turut menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah pihak untuk merekayasa nilai pajak.
Jaksa mengatakan suap itu diterimanya dari tiga pihak yaitu PT Jhonlin Baratama (JB), PT Gunung Madu Plantations (GMP) dan PT Bank Pan Indonesia (Panin).
Baca juga: Sidang Pleidoi, Wawan Ridwan Tampik Lakukan Pencucian Uang Melalui Rekening Anaknya
Sedangkan gratifikasi berasal dari 9 perusahaan yaitu PT Sahung Brantas Energi, PT Rigunas Agri Utama, CV Perjuangan Steel, PT Indolampung Perkasa.
Kemudian PT Esta Indonesia, Ridwan Pribadi, PT Walet Kembar Lestari, PT Link Net dan PT GMP.
Perkara ini telah menyeret Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Angin Prayitno serta Kasubdit Kerjasama dan Kasubdit Dukungan Pemeriksaan DJP Dadan Ramdani periode 2016-2019. Angin kemudian divonis 9 tahun penjara sedangkan Dadan dipidana 6 tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.