JAKARTA, KOMPAS.com - Survei Litbang Kompas menunjukkan, sebagian besar responden menilai hal utama yang membuat polarisasi atau keterbelahan antar kubu yang berbeda pilihan politik sejak Pilpres 2019 kian meruncing adalah orang-orang yang secara sadar memperkeruh situasi.
Hal tersebut disampaikan oleh 36,3 persen responden.
Pada hasil survei Litbang Kompas tersebut ditunjukkan, orang-orang yang memperkeruh situasi secara sadar termasuk di dalamnya influencer, buzzer, atau provokator.
"Mereka ada di kedua kubu yang aktif memproduksi konten-konten di media sosial yang memancing respons negatif. Saling klaim prestasi tokoh yang mereka bela sama mudahnya dengan menafikan atau tidak menghargai kerja tokoh dari kubu lawan," tulis peneliti Litbang Kompas Gianie, dikutip dari Harian Kompas, Senin (6/6/2022).
Untuk diketahui, pada Pilpres 2019 tercipta dua kubu pendukung masing-masing pasangan calon, yakni pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Perang opini atau sekadar komentar bernada negatif antara kedua kubu yang dulu berseberangan itu pun masih terjadi hingga saat ini.
Gianie menjelaskan, teknologi media sosial memberi mereka ruang untuk bebas melakukan provokasi atau agitasi.
Selain para buzzer atau influencer, informasi yang tidak lengkap hingga hoaks juga menjadi faktor yang menyebabkan polarisasi kedua kubu kian runcing. Sebanyak 21,6 persen responden menilai demikian.
Baca juga: Jokowi Dinilai Cukup Pragmatis dalam Tangani Polarisasi
"Informasi yang berasal dari sumber yang tidak kredibel. Bahkan yang termasuk hoaks, dengan mudah memancing serangan-serangan antarkubu," tulis Gianie.
Faktor lain yang dinilai publik menjadi penyebab utama keterbelahan kian berlarut yakni kurangnya peran tokoh-tokoh utama dalam meredakan perselisihan (13,4 persen), teknologi media sosial (5,8 persen), mementingkan kepentingan pribadi (4,6 persen), dan minimnya semangat persatuan (2,1 persen).
Sebagai informasi, pengumpulan pendapat oleh Litbang Kompas dilakukan melalui telepon pada 24-29 Mei 2022.
Sebanyak 1.004 responden berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi diwawancarai.
Baca juga: Perludem: Kerumitan Teknis dan Potensi Polarisasi Akan Kembali Kita Hadapi di Pemilu 2024
Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.
Adapun dengan metode ini, tingkat kepercayaan sebesar 95 persen, nirpencuplikan penelitian ± 3,09 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
Meskipun demikian, kesalahan di luar pencuplikan sampel dimungkinkan terjadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.