Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bongkar Suap Haryadi Suyuti, KPK Akan Cek Penerbitan IMB Hotel-Apartemen di Malioboro Yogyakarta

Kompas.com - 03/06/2022, 19:40 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan suap penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) yang diterima oleh eks Wali Kota (Walkot) Yogyakarta Haryadi Suyuti dari Vice President Real Estate PT Summarecon Agung (SA) Tbk Oon Nusihono (ON).

KPK akan menelusuri proses penerbitan IMB lain di kawasan Malioboro, Yogyakarta, apakah ada praktik suap di dalamnya.

"Ini juga menjadi perhatian kami di KPK, apakah dalam proses perizinan-perizinan sebelumnya itu juga ada deal-deal seperti ini. Apa izin diberikan dengan melanggar perda," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).

Baca juga: Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti Diduga Terima Suap Minimal Rp 50 Juta

Alexander mengatakan, banyak apartemen dan hotel yang dibangun di Yogyakarta seabgai kota pariwisata, khususnya di kawasan Malioboro.

"Nanti kita cek. Di sepanjang kawasan Malioboro itu kan masuk kawasan cagar budaya, di mana ada aturan-aturan pembatasan terkait dengan ketinggian, maupun sudut kemiringan dari ruas jalan," tuturnya.

"Ya itu sudut kemiringan dari ruas jalan itu 45 derajat. Artinya nanti bisa kita cek di Yogyakarta itu. Kalau ada misalnya bangunan hotel yang didirikan pada periode yang bersangkutan menjabat walkot ternyata melanggar aturan, ya nanti kita cek apakah ada sesuatu," imbuh Alexander.

Adapun praktik suap yang dilakukan Haryadi Suyuti diduga berlangsung selama ia menjabat sebagai wali kota yaitu pada 2019-2022.

Baca juga: Kronologi Penangkapan Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti

Dalam kasus ini, Haryadi Suyuti ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga 'mengawal' penerbitan IMB terhadap apartemen yang melanggar aturan di wilayah Yogyakarta.

Pasalnya, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), ada beberapa ketidaksesuaian dari pembangunan apartemen Royal Kedhaton milik anak usaha PT Summarecon Agung Tbk.

"Ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuhi, di antaranya terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan, khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan," ujar Alexander.

Alexander mengungkapkan, Haryadi Suyuti sudah memiliki kesepakatan dengan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk, Oon Nusihono.

Haryadi Suyuti berjanji akan 'mengawal' permohonan izin IMB yang dilayangkan oleh Oon dengan cara memerintahkan Kepala Dinas PUPR untuk segera menerbitkannya.

Baca juga: Haryadi Suyuti, 15 Tahun Memimpin Kota Yogya, Berakhir di Penjara

Selama proses perizinannya, 'pengawalan' yang dijanjikan Haryadi Suyuti ini harus dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang oleh Oon.

Maka dari itu, saat proses izin IMB apartemen milik anak usaha PT Summarecon Agung terkendala oleh kajian dari Dinas PUPR karena menyalahi aturan, Haryadi Suyuti bergerak untuk 'mengawal' izinnya.

"HS yang mengetahui ada kendala tersebut, kemudian menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodir permohonan ON dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan," tutur Alexander.

Selama proses penerbitan izin IMB ini, Haryadi Suyuti diduga menerima uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar Rp 50 juta dari Oon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com