Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/06/2022, 11:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA agenda sidang Paripurna 24 Mei 2022 lalu, DPR dan Pemerintah mencapai kesepakatan pada PembicaraanTingkat II atas revisi kedua Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP).

Revisi UU PPP dilakukan sebagai respons atas putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bersifat inkonstitusionalitas bersyarat.

Menurut MK, UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan metode dan sistematika pembentukan UU serta bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur dalam UU PPP.

Oleh sebab itu, UU Cipta Kerja dinyatakan cacat formil dan perlu diperbaiki dalam jangka waktu paling lama dua tahun.

Pembentukan UU Cipta Kerja dengan metode Omnibus sebelumnya memang tidak dikenal dalam UU PPP.

Metode pembentukan UU secara Omnibus memang lazim diterapkan pada negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law (Anglo Saxon).

Untuk itu, revisi kedua terhadap UU PPP dilakukan guna memberi legitimasi terhadap penerapan metode Omnibus dalam pembentukan UU di Indonesia.

Selain mengatur hal-hal terkait penerapan metode Omnibus dalam pembentukan UU di Indonesia, revisi UU PPP juga mengatur beberapa hal lainnya terkait proses pembentukan UU yang mencakup pembentukan UU berbasis elektronik, optimalisasi pelaksanaan harmonisasi dan pemantapan konsepsi peraturan perundang-undangan, perbaikan redaksional terhadap UU, optimalisasi peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan pemerintah dalam pemantauan dan peninjauan peraturan perundang-undangan, serta yang terpenting penguatan partisipasi publik.

Sebagai konsekuensi atas revisi UU PPP tersebut, pembentukan UU di Indonesia tentu sedikit banyak akan dilakukan dengan metode Omnibus.

Namun, akankan omnibus law mampu mengatasi permasalahan regulasi di Indonesia?

Omibus law instrument penataan regulasi

Penerapan metode Omnibus dalam pembentukan UU di Indonesia sebenarnya telah dipraktikan lebih dulu dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) yang mengubah dan mencabut beberapa ketentuan dalam UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

Namun, UU Pemda saat ini tidak berstatus sebagai UU payung yang terbagi atas beberapa kluster.

Berbeda dengan UU Cipta Kerja yang mengubah 80 UU dan terbagi atas 11 kluster. UU tersebut kemudian diturunkan dalam beberapa peraturan, yakni 49 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres).

Teknik penyusunan UU dengan metode Omnibus diharapkan dapat menjadi solusi atas permasalahan tumpang tindih dan obesitas regulasi di Indonesia.

Selain itu, metode ini juga diharapkan dapat mempersingkat proses legislasi dan mempermudah proses harmonisasi regulasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Para Menteri Jadi Model dan Jalan di Catwalk, Jokowi: Ya Masa Serius Terus

Para Menteri Jadi Model dan Jalan di Catwalk, Jokowi: Ya Masa Serius Terus

Nasional
Prananda Prabowo: Melalui Rakernas, PDI-P Tunjukkan Soliditas Hadapi Pemilu 2024

Prananda Prabowo: Melalui Rakernas, PDI-P Tunjukkan Soliditas Hadapi Pemilu 2024

Nasional
Soal Isu PSN yang Disusupi 'Titipan', Jokowi: Proyek yang Mana, yang Titip Siapa?

Soal Isu PSN yang Disusupi "Titipan", Jokowi: Proyek yang Mana, yang Titip Siapa?

Nasional
Ditanya soal Isu 'Reshuffle', Jokowi: Dengar dari Mana?

Ditanya soal Isu "Reshuffle", Jokowi: Dengar dari Mana?

Nasional
Mahfud: Perkuat Persatuan pada Tahun Politik, Biasanya Bibit Perpecahan Akan Muncul

Mahfud: Perkuat Persatuan pada Tahun Politik, Biasanya Bibit Perpecahan Akan Muncul

Nasional
Soal Kaesang Jadi Ketum PSI Usai 2 Hari Gabung, Grace Natalie: Buat Apa Kaderisasi Bertahun-tahun kalau Ujungnya Korupsi?

Soal Kaesang Jadi Ketum PSI Usai 2 Hari Gabung, Grace Natalie: Buat Apa Kaderisasi Bertahun-tahun kalau Ujungnya Korupsi?

Nasional
Parade Istana Berbatik, dari Gubernur hingga Dubes Negara Sahabat Jalan di Catwalk di Hadapan Jokowi

Parade Istana Berbatik, dari Gubernur hingga Dubes Negara Sahabat Jalan di Catwalk di Hadapan Jokowi

Nasional
TNI AL Punya Drone Baru untuk Pengamanan SDA Maritim Indonesia

TNI AL Punya Drone Baru untuk Pengamanan SDA Maritim Indonesia

Nasional
Istrinya Anggota KY, Hakim MK Terpilih Arsul Sani: Tak Ada Benturan Kepentingan

Istrinya Anggota KY, Hakim MK Terpilih Arsul Sani: Tak Ada Benturan Kepentingan

Nasional
24 Jam Setelah Kaesang Jadi Ketum, Grace Natalie Sebut Anggota PSI Bertambah Lebih dari 1.000

24 Jam Setelah Kaesang Jadi Ketum, Grace Natalie Sebut Anggota PSI Bertambah Lebih dari 1.000

Nasional
Cerita Megawati Tak Boleh Kuliah karena Anak Bung Karno...

Cerita Megawati Tak Boleh Kuliah karena Anak Bung Karno...

Nasional
Grace Natalie Sebut Kaesang Representasi Politikus Anak Muda

Grace Natalie Sebut Kaesang Representasi Politikus Anak Muda

Nasional
Megawati: Enggak Mungkin Orang Lain Tiba-tiba Jadi Ketum di PDI-P

Megawati: Enggak Mungkin Orang Lain Tiba-tiba Jadi Ketum di PDI-P

Nasional
Rekomendasi Rakernas IV PDI-P soal Pangan: Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati dan Kurangi Impor

Rekomendasi Rakernas IV PDI-P soal Pangan: Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati dan Kurangi Impor

Nasional
PDI-P Tutup Peluang Ganjar Jadi Cawapres pada Pemilu 2024

PDI-P Tutup Peluang Ganjar Jadi Cawapres pada Pemilu 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com