JAKARTA, KOMPAS.com - Terungkapnya status AKBP Raden Brotoseno sebagai anggota aktif kepolisian berujung kritik. Berbagai kalangan mempertanyakan integritas Polri yang tak memecat Brotoseno meski dia pernah dipidana atas kasus suap.
Semula, status Brotoseno disoroti oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). ICW curiga Brotoseno kembali aktif di kepolisian dan menduduki jabatan sebagai Penyidik Madya Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber).
Oleh Polri, justru diungkap bahwa Brotoseno tak pernah dipecat. Brotoseno telah menjalani sidang kode etik atas kasus korupsi yang menjeratnya di tahun 2017, namun tak dijatuhi sanksi pemberhentian.
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo menyampaikan, Brotoseno tak dipecat karena dinilai berpretasi selama menjadi anggota Polri. Meski begitu, pihak kepolisian tak menyebutkan detail prestasi yang dimaksud.
“Adanya pernyataan atasan, AKBP R Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian," kata Sambo dalam keterangan tertulis, Senin (30/5/2022).
Baca juga: Polri: AKBP Brotoseno Bertugas Jadi Staf di Divisi TIK
Sejauh ini, Brotoseno hanya dijatuhi sanksi demosi atau pemindahtugasan jabatan berdasarkan hasil sidang kode etik profesi Polri.
Polri mengungkap, Brotoseno kini menjadi staf di Divisi Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK), bukan lagi sebagai penyidik.
Ihwal ini pun menjadi polemik. Polri didesak untuk segera memberhentikan Brotoseno.
Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto menilai, tidak dipecatnya Brotoseno dari kepolisian menunjukkan lemahnya penegakan hukum di internal Polri.
“Di sisi lain, itu juga menunjukkan lemahnya penegakan aturan dan hukum di internal Polri yang mengakibatkan tidak adanya efek jera dan terulang lagi kasus-kasus serupa,” kata Bambang Rukminto saat dihubungi, Selasa (31/5/2022).
Menuruta dia, peraturan perundangan telah memuat jelas bahwa anggota polisi yang terlibat tindakan pidana harus dipidana.
Ketentuan itu dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Bambang mengatakan, kasus Brotoseno seolah menunjukkan bahwa Polri kekurangan personel yang berkualitas dan berintergritas tinggi sehingga masih mempertahankan yang kotor. Kejadian ini juga dinilai sebagai indikasi kesalahan pemikiran petinggi Polri.
Dia pun meminta kejadian ini menjadi momentum bersih-bersih di internal Polri, bukan malah membuat retorika pembenaran terhadap kekeliruan.
"Dengan melihat kasus AKBP B (Brotoseno) ini yang kembali aktif setelah menjalani hukuman pidana korupsi, publik bisa memahami bagaimana standar etika profesi di Polri itu ditegakkan,” kata dia.
Baca juga: AKBP Brotoseno, Polisi Pernah Korupsi yang Tidak Dipecat…