PADA 20 Mei 2022 lalu, DPR mengadakan rapat dengan pemerintah untuk membahas rancangan awal APBN 2023.
Rancangan awal ini merupakan bahan-bahan pokok untuk menyusun Rancangan APBN dan Nota Keuangan 2023 yang akan disampaikan oleh Presiden kepada DPR dan DPD pada sekitar tanggal 17 Agustus nanti.
Setelah melalui pembahasan dengan pemerintah secara intensif, maka DPR akan menetapkan Undang-Undang APBN 2023 sekitar September-Oktober 2022.
Dengan UU ini, pemerintah diberi hak oleh DPR, atas nama rakyat, untuk mengumpulkan pajak dan berutang, serta menggunakan dana itu guna melaksanakan rencana kerja pemerintah, sesuai janji presiden/wapres terpilih pada Pilpres 2019 lalu.
Sesuai UUD 1945, DPR berhak untuk menyetujui atau tidak menyetujui Rancangan APBN yang diajukan pemerintah.
Dengan hak budget ini, DPR memiliki alat untuk mengawasi pemerintah dalam menjalankan kewajibannya.
Tanpa diawasi oleh wakil rakyat, pemerintah dapat melakukan kegiatan pembangunan dan membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan UUD 1945 dan turunannya.
Rancangan awal APBN 2023 yang diterima DPR itu dituangkan dalam dokumen berjudul Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) Tahun 2023.
KEK dan PPKF 2023 berisikan antara lain: perkembangan ekonomi global dan nasional, asumsi makro ekonomi, kebijakan fiskal, dan alokasi anggaran.
Beberapa poin penting KEK dan PPKF 2023 adalah sebagai berikut.
Besar anggaran yang akan dibelanjakan pemerintah pada tahun 2023 adalah Rp 2.796 triliun-Rp 2.993 triliun.
Anggaran itu akan digunakan terutama untuk membayar utang pemerintah, memberi bantuan sosial dan subsidi, membayar gaji pegawai pemerintah, transfer dana kepada pemerintah daerah, dan membiayai kegiatan pemerintah pusat.
Dengan anggaran itu, dan kebijakan-kebijakan yang akan ditetapkan, pemerintah menargetkan ekonomi nasional tahun depan akan tumbuh sebesar 5,3 persen-5,6 persen. Pertumbuhan ini lebih tinggi dari tahun 2022 ini yang ditargetkan sebesar 5,2 persen.
Besar anggaran tersebut lebih sedikit dari penerimaan pajak dan pendapatan negara lainnya. Ada kekurangan dana sebesar Rp 529 triliun - Rp 595 triliun.
Atas kekurangan dana ini, pemerintah meminta persetujuan kepada DPR untuk berutang, di dalam negeri dan di luar negeri.