Putusan sengketa proses pemilu didasarkan baik pada ketentuan peraturan perundang-undangan, maupun asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan/pemilu yang baik.
Subyek hukum termohon dalam sengketa proses pemilu merujuk pada rumusan pasal 466 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juncto Pasal 1 angka 23 dan Pasal 8 Perbawaslu tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu.
Pasal 466 UU Pemilu berbunyi: “Sengketa proses pemilu meliputi sengketa yang terjadi antarpeserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota”.
Sementara itu ketentuan Pasal 1 angka 23 Perbawaslu tentang Tata Cara Sengketa Proses Pemilu berbunyi: “Termohon adalah pihak yang diajukan di dalam permohonan sengketa proses pemilu”.
Lebih lanjut, Pasal 8 Perbawaslu Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu menguraikan secara rinci tentang termohon penyelesaian sengketa proses pemilu dengan menyatakan bahwa termohon terdiri atas: “KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota untuk sengketa antara peserta dengan penyelenggara pemilu; dan partai politik peserta pemilu, calon anggota DPR, DPD, DPRD atau pasangan calon untuk sengketa antarpeserta”.
Selanjutnya apabila pemohon berkeberatan atas putusan sengketa proses pemilu yang diputuskan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota, pemohon dapat mengajukan permohonan koreksi putusan paling lama 1 hari kerja setelah putusan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota dibacakan.
Permohonan koreksi disampaikan ke Bawaslu melalui Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota.
Sementara terhadap putusan sengketa proses pemilu, termohon dalam hal ini KPU tidak diberikan hak untuk mengajukan koreksi.
Hal ini berbeda dengan pengaturan penyelesaian pelanggaran administrasi pemilu dan pelanggaran administrasi pemilu TSM, para pihak baik terlapor maupun pelapor dapat mengajukan koreksi ke Bawaslu.
Kemudian setelah diajukan koreksi ke Bawaslu, Bawaslu menerbitkan hasil koreksi paling lama dua (2) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan koreksi diajukan.
Hasil koreksi dapat berupa menolak permohonan koreksi pemohon, atau menerima permohonan koreksi pemohon.
Apabila Bawaslu memutuskan mengabulkan permohonan koreksi dan menerbitkan putusan yang berbeda dengan putusan Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota, maka Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti hasil koreksi Bawaslu dengan menerbitkan putusan baru paling lama 1 hari kerja terhitung sejak tanggal hasil koreksi diterima oleh Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota.
Putusan Bawaslu terkait sengketa proses pemilu bersifat final dan mengikat kecuali putusan yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu, penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, dan DPRD dan penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Setelah itu, maka dapat diajukan gugatan tata usaha negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara setelah proses administrasi di Bawaslu sudah digunakan.
Gugatan sengketa TUN diajukan paling lama lima (5) hari kerja setelah putusan Bawaslu dibacakan.
Dan Pengadilan Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara paling lama 21 hari kerja.
Terhadap putusan tata usaha negara tidak dapat dilakukan upaya hukum karena putusannya bersifat final dan mengikat.
Setelah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dibacakan, maka KPU wajib menindaklanjuti putusan tersebut paling lama 3 hari kerja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.