Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Buya Syafii "Jewer" Jokowi karena Terlalu Lambat Bersikap...

Kompas.com - 27/05/2022, 19:04 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepergian Ahmad Syafii Maarif meninggalkan duka mendalam bagi bangsa Indonesia.

Sosoknya begitu dihormati oleh para tokoh bangsa. Pemikirannya banyak dijadikan pertimbangan para pemimpin dalam mengambil keputusan-keputusan besar, tak terkecuali di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Buya pernah ditunjuk untuk menjadi tim independen pencari fakta guna menyelesaikan konflik antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain Buya, ada 8 tokoh lainnya.

Baca juga: Kenangan Terakhir Jokowi Bersama Buya Syafii Maarif...

Buya Syafii diamanatkan menjadi ketua tim. Sementara, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie menjadi wakil ketua, dan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menjadi sekretaris.

Tim independen itu dibentuk untuk meredakan ketegangan di masyarakat menyikapi penetapan tersangka calon Kapolri Komjen Budi Gunawan oleh KPK.

Sekadar kilas balik, awal Januari 2015, Jokowi mengajukan nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Namun, 3 hari setelahnya tepatnya 13 Januari 2015, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.

KPK menduga, ada transaksi mencurigakan atau tidak wajar di rekening Budi Gunawan.

Baca juga: Mengenang Kedekatan Buya Syafii dan Jokowi, Sang Guru Bangsa yang Didengar Presiden

Atas penetapannya sebagai tersangka, BG, begitu sapaan akrab Budi, mengajukan gugatan praperadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kala itu mengabulkan gugatan Budi Gunawan dan menyatakan penetapan dirinya sebagai tersangka tidak sah.

Saat itu, hakim menyatakan bahwa KPK tak punya kewenangan untuk mengusut kasus yang menjerat Budi Gunawan.

Situasi politik pun memanas. Atas polemik ini, Jokowi akhirnya menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Geram ke Jokowi

Sebagai pimpinan tim independen dalam perkara ini, Buya Syafii sempat geram pada Jokowi. Buya menilai, Jokowi terkesan ragu dalam memutus nasib Budi Gunawan.

Padahal, tim independen sebelumnya telah memberikan sejumlah rekomendasi kepada Jokowi terkait kisruh KPK dengan Polri. Namun demikian, Jokowi tak kunjung mengambil sikap untuk segera menyelesaikannya.

"Jokowi terlalu lambat. Semua opsi sudah kami berikan, dan setiap opsi pasti memiliki risiko," katanya di Kantor Maarif Institute, Jakarta, 17 Februari 2015.

Buya kala itu mengingatkan bahwa setiap keputusan pasti mengandung risiko. Seorang pemimpin, kata dia, harus berani mengambil risiko.

"Seorang pemimpin sejati pasti berani mengambil risiko. Dilantik atau tidak dilantiknya Budi Gunawan pasti ada risikonya," ucap Buya.

Baca juga: Mengenang Syafii Maarif, Tak Pernah Rayakan Ultah dan Rajin Mentraktir

Buya mengingatkan bahwa sebagai pemimpin Jokowi seharusnya lebih tegas dalam mengambil sikap. Presiden diminta tidak ragu terhadap tekanan apa pun yang ia terima.

"Sekarang Jokowi perlu nyali rajawali, jangan tiru kelelawar yang pada siang hari katanya redup. Jadilah rajawali, jangan tiru kelelawar," ujarnya.

Kendati demikian, Buya kala itu menegaskan bahwa dirinya tak ingin memengaruhi keputusan Jokowi terkait nasib Budi Gunawan.

Ia mengatakan, sebagai presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, Jokowi sudah tahu apa yang harus diperbuat.

"Sekarang tinggal begini saja, mau dengar suara rakyat atau dengar suara segelintir orang saja," tandasnya.

Baca juga: Megawati Kenang Buya Syafii Marif sebagai Sosok Saleh yang Rendah Hati

Sebelumnya, Buya Syafii sempat membuat pernyataan mengejutkan terkait polemik ini. Buya mengungkapkan, diajukannya nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri bukan atas inisiatif presiden.

Kondisi ini, kata Buya, bisa terjadi karena Jokowi diusung oleh partai politik, tetapi bukan dalam status sebagai tokoh partai

Meski dipilih oleh rakyat, Buya menyebut tekanan terbesar yang dipilih Jokowi didapat dari partai. Karena itu, dia meminta Jokowi tetap berpihak kepada rakyat.

"Dia memang diusung partai, tetapi dia dipilih rakyat. Utamakan rakyat kan paling bagus. Kalau rakyat bela Presiden, koalisi enggak akan banyak (aksi)," katanya, 28 Januari 2015.

Ditelepon presiden

Awal Februari 2015, ketika Jokowi belum menyampaikan sikapnya, Buya Syafii lebih dulu memberikan bocoran.

Dia mengatakan bahwa presiden tidak akan melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri. Buya mengaku mendapat kepastian tersebut langsung dari Jokowi.

"Iya, semalam Presiden Jokowi menelepon saya dan menyampaikan keputusannya itu untuk batal melantik BG sebagai Kapolri," katanya saat ditemui di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 4 Februari 2015.

Baca juga: Ahok: Buya Syafii Maarif Tauladan dalam Merawat Kebinekaan

Buya mengaku senang dengan keputusan tersebut dan segera memberitahukan ke beberapa koleganya melalui pesan singkat.

Keputusan itu, menurut dia, sudah sesuai dengan aspirasi dan masukan dari tim independen.

Ujung dari polemik ini, Jokowi membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Sebagai gantinya, presiden menunjuk Badrodin Haiti yang lantas dilantik sebagai Kapolri pada 17 April 2015.

Sementara, Budi Gunawan ditunjuk sebagai Wakapolri mendampingi Badrodin.

Sang Guru Bangsa

Buya Syafii mengembuskan napas terakhir pada Jumat (27/5/2022) di Yogyakarta.

Kepergiannya meninggalkan duka mendalam, tak terkecuali bagi Jokowi. Presiden mengenang Buya sebagai Guru Bangsa.

"Selamat jalan Sang Guru Bangsa," demikian tulis Jokowi melalui akun Twitter resminya, @jokowi, Jumat (27/5/2022).

Baca juga: Memori Saat Penyerang Gereja Menyesal di Hadapan Buya Syafii Maarif...

Jokowi menyampaikan bahwa dirinya mengenang almarhum sebagai tokoh yang selalu menyuarakan keberagaman, toleransi, hingga pentingnya Pancasila.

"Beliau adalah kader terbaik Muhammadiyah yang selalu menyuarakan tentang keberagaman dan selalu menyuarakan tentang toleransi umat beragama dan beliau juga selalu menyampaikan pentingnya Pancasila bagi perekat bangsa," kata Jokowi dalam sambutannya saat melayat di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta pada Jumat (27/5/2022) dilansir dari siaran pers Sekretariat Presiden.

Arsip Foto : Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii Maarif (kiri)   menyambut kedatangan calon presiden dari PDI Perjuangan, Joko Widodo (kanan) di kediaman Syafii Maarif di Sleman, Sabtu (3/5/2014). Buya Syafii Maarif wafat pada Jumat, 27 Mei 2022.ANTARA FOTO/REGINA SAFRI Arsip Foto : Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii Maarif (kiri) menyambut kedatangan calon presiden dari PDI Perjuangan, Joko Widodo (kanan) di kediaman Syafii Maarif di Sleman, Sabtu (3/5/2014). Buya Syafii Maarif wafat pada Jumat, 27 Mei 2022.

Presiden pun mengajak masyarakat Indonesia untuk mendoakan almarhum agar mendapat tempat terbaik.

"Kita semua adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya lah kita akan kembali. Mari kita berdoa bersama semoga almarhum Buya Syafii Maarif diberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya dan diampuni segala dosa-dosanya, aamiin ya rabbal alamin," lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com