JAKARTA, KOMPAS.com - Walau dianggap sebagai tokoh bangsa yang berpengaruh, ternyata banyak sisi kehidupan Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii yang memperlihatkan dia adalah orang yang sederhana.
Akan tetapi, hal itu kini menjadi kenangan karena mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah itu meninggal pada Jumat (27/5/2022), dalam usia 86 tahun.
Buya meninggal pukul 10.15 WIB di Rumah Sakit Pembinaan Kesejahteraan Umat (PKU) Muhammadiyah, Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Semasa hidupnya, seorang kolega yang bernama Erik Tauvani membeberkan sisi lain seorang Buya Syafii.
Dalam pemberitaan Kompas.com pada 31 Mei 2020, Erik memaparkan Buya Syafii dan sang istri, Nurchalifah, merupakan sosok yang mandiri dan sederhana.
Menurut Erik, mencuci baju hingga menyapu rumah adalah pekerjaan yang rutin yang dilakukan Buya Syafii saat berada di rumah.
"Sopir pribadi tidak punya, pembantu pribadi tidak punya. Walaupun sesekali meminta tetangga bantu-bantu," kata Erik.
Baca juga: Ketua PGI Usulkan Buya Syafii Maarif Bisa Dianugerahi Pahlawan Nasional
Sikap bersahaja itu, kata Erik, juga ditunjukkan Buya Syafii saat bepergian menggunakan sepeda ke pasar untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, membeli obat, membayar listrik, atau pergi ke bank.
Menurut Erik, Buya Syafii memiliki prinsip pantang diistimewakan dan menjunjung tinggi kesetaraan. Misalnya sebagai contoh Buya Syafii kerap menolak ketika hendak didahulukan urutan ketika berobat ke rumah sakit, puskesmas, atau bertandang ke bank sampai mengurus paspor dan memilih antre seperti warga lainnya.
"Intinya Buya merasa semua sama, semua orang punya hak yang sama. Kultur egaliternya itu sangat kuat sehingga kalau ngantri Buya mengantre sesuai dengan nomor, tidak mau melewati," ucap Erik.
Baca juga: Muhadjir Kenang Buya Syafii Maarif: Beliau Selalu Blak-blakan Membela Saat Melihat Ketidakadilan
Selain itu, kata Erik, Buya Syafii juga aktif dalam kegiatan masyarakat di lingkungan rumahnya. Buya kerap mengikuti rapat RT hingga bersama warga berkeliling mencari hewan korban.
"Buya merasa dirinya bagian dari masyarakat dan tidak ada sekat. Buya itu rapat RT, rapat takmir, ikut tirakatan 17-an sampai malam," ucap Erik.
Erik mengungkapkan, Buya pernah bercerita, merasa apa yang dilakukannya untuk bangsa dan negara sampai saat ini masih sedikit.
"Buya merasa seperti itu, walaupun Saya memandangnya Buya itu sudah berbuat banyak. Tapi Buya mengatakan Saya belum berbuat banyak dan belum berbuat apa-apa untuk bangsa dan negara ini," tandasnya.
Baca juga: Pekan Terakhir Hidupnya, Buya Syafii Maarif Sering Perhatikan Orang-orang Kecil
Selain itu, Erik mengungkapkan jika Buya pernah mengatakan mengenai cita-citanya. Buya ingin berbuat untuk keutuhan bangsa dan negara.
"Buya itu pernah ngendiko (berkata) di usia yang sudah sangat larut ini cita-citanya itu ingin berbuat sesuatu betapapun kecilnya untuk keutuhan bangsa dan negara. Demi keutuhan bangsa dan negara," papar Erik.
(Penulis : Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma | Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.