Misalnya, memberi makan, memandikan, mengantar sekolah, mengajak bermain, singkatnya membesarkan.
Orangtua selayaknya memang mendapat bekal pola pengasuhan anak secara benar. Dengan memahami tumbuh kembang anak maka akan mencegah perlakuan yang salah pada anak.
Dengan bekal tersebut setidaknya dapat meredam emosi orangtua kala menghadapi anaknya ketika rewel atau bikin kesal.
Banyak orangtua yang menanamkan disiplin pada anak dengan caranya masing-masing. Sebagian ada yang benar, sebagian lagi keliru.
Banyak orangtua menanamkan disiplin pada anak harus sesuai dengan kemauan dan kehendak orangtua. Apabila menolak atau melawan akan diberi hukuman.
Sebenarnya memberi hukuman dengan pukulan tongkat akan melemahkan jiwa anak. Hukuman disiplin yang menimbulkan kesakitan secara fisik dan psikis tergolong pendekatan negatif.
Contohnya pukulan, ancaman, bentakan, ejekan yang sifatnya merendahkan. Sekalipun hal itu ditujukan kepada anak-anak yang masih kecil, hal ini secara tidak langsung telah merendahkan dan meremehkan harga diri anak.
Menanamkan kedisiplinan pada anak idealnya dengan menunjukkan kerja sama. Teknik kasih sayang adalah yang paling tepat, yaitu meyakinkan tanpa tekanan kekuasaan, memberi pujian, dan intens memberi tahu antara yang boleh dan yang tidak boleh dengan sabar.
Dalam buku 77 Permasalahan Anak dan Cara Mengatasinya (Ana Widyastuti, 2019) dituliskan bahwa tugas keluarga secara psikologis pada anak, yaitu memberi rasa aman, memenuhi kebutuhan fisik dan psikis, sumber kasih sayang/penerimaan, memberi model perilaku yang tepat, pemberi bimbingan dan pengembangan, menjadikan anak sebagai sahabat/teman.
Ana Widyastuti (2019: 478) menjelaskan child abuse adalah perlakuan yang salah dan penelantaran terhadap anak yang mencakup penganiayaan fisik dan mental, penganiayaan seksual, dan penelantaran terhadap pengasuhan anak oleh orangtuanya yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak.
Perilaku salah terhadap anak dalam child abuse, yaitu penganiayaan fisik berupa memukul, mencambuk, mencubit, menyilet, menampar, mendorong, menendang, menyundut dengan rokok, menyiram dengan air panas, dsb.
Seluruh hukuman fisik (corporal/punishment) ini tidak sesuai dengan umur anak, apalagi terhadap anak usia 5 tahun.
Hukuman yang menyebabkan nyeri/kesakitan yang menyebabkan cedera fisik merupakan perilaku kejam yang sudah masuk ranah pidana kekerasan (KDRT) terhadap anak.
Ana Widyastuti (2019: 483) menuliskan bahwa perlakuan salah terhadap anak yang tidak dipikir panjang akibatnya adalah verbal abuse, mental abuse, dan psychological maltreatment.
Misalnya, kecaman berupa kata-kata yang merendahkan anak, membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain yang lebih hebat, sering menuduh anak begitu saja, tidak pernah memberi ganjaran positif, tidak pernah mengatakan sayang, tidak pernah memeluk anak, suka memanggil anak dengan sebutan yang merendahkan, atau tidak mengakui sebagai anak.