Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal yang Dilarang Dilakukan terhadap Lambang Negara

Kompas.com - 26/05/2022, 02:30 WIB
Issha Harruma

Penulis

KOMPAS.comLambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 36A UUD 1945.

Pasal tersebut berbunyi, “Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.”

Lambang negara merupakan simbol kedaulatan dan kehormatan negara. Sebagai lambang negara, Garuda Pancasila menjadi simbol jati diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Aturan mengenai lambang negara secara khusus dituangkan dalam UU Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Dalam Pasal 46 undang-undang ini, lambang negara berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung digantung dengan rantai pada leher Garuda dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.

Burung garuda dikenal melalui mitologi kuno, yaitu burung yang menyerupai elang rajawali. Garuda digunakan untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.

Baca juga: Arti Lambang Garuda Pancasila dan Penjelasannya

Larangan terhadap lambang negara

Sebagai simbol negara, perlakuan terhadap lambang negara tidak boleh sembarangan.

Terdapat sejumlah hal yang dilarang dilakukan terhadap lambang negara sebagaimana tertuang dalam Pasal 57 UU Nomor 24 tahun 2009.

Dalam pasat tersebut, setiap orang dilarang:

  • mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak lambang negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara;
  • menggunakan lambang negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
  • membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara; dan
  • menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam undang-undang.

Baca juga: Arti Warna pada Lambang Garuda Pancasila

Ancaman pidana bagi yang melanggar

Setiap warga negara Indonesia wajib memelihara dan menjaga lambang negara demi kehormatan bangsa dan negara.

Terdapat ancaman pidana bagi orang yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 68 dan Pasal 69 UU Nomor 24 tahun 2009.

Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak lambang negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara akan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Sementara itu, ancaman pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 100 juta akan dikenakan kepada setiap orang yang:

  • dengan sengaja menggunakan lambang negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
  • membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara; dan
  • dengan sengaja menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam undang-undang.

 

Referensi:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com